Oleh Berlian Amelia Handayani
(Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta)
Perempuan, wanita, cewek, gadis apapun itu menyebutnya mereka adalah sosok yang sering dipandang lemah, penuh dengan kelembutan, tidak bisa memimpin, sering diremehkan kekuatannya. Memang hal itu tidak salah, perempuan dengan kelembutannya yang mampu merawat anak serta keluarganya, perempuan dengan hatinya yang mudah tersakiti, yang mudah terbawa oleh perasaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ini adalah sebuah narasi dimana perempuan bersuara atas hati dan logikanya. Semua manusia memiliki hak atas kehidupannya, atas kesenangannya, atas kesedihannya, atas kemarahannya, atas kekecewaannya, atas semua rasa yang pantas untuk diekspresikan. Pada saat ini dimana katanya zaman sudah berubah, tidak sama seperti pada dahulu kala. Nenek pernah berkata bahwa pada zaman dahulu di era tahun 1976, perempuan pada hakikatnya adalah seseorang yang hanya dapat mengurus perihal rumah tangga, dapur, dan memberikan keturunan untuk keluarga. Nyatanya pada saat ini, saat dimana semua perkembangan dunia telah melaju pesat, akankah perempuan dapat memilih jalan hidupnya sendiri, saat perempuan tak hanya lagi mengurus perihal rumah tangga, dapur, bahkan tak hanya sebagai alat penerus keturunan. Mereka bebas menentukan tujuan hidupnya sendiri.
Feminisme, sebuah gerakan yang meyakini bahwa perempuan setara dengan laki-laki. Tetapi sebagai perempuan, nyatanya harus memperjuangkan kesetaraan hak di mata hukum, keluarga, masyarakat, lingkungan sosial, dan lain lain. Menjadi seorang perempuan yang mandiri dan berpendidikan adalah suatu hal yang patut dibanggakan. Memang pada zaman dahulu pendidikan bagi beberapa wanita adalah hal yang tidak wajib untuk digapai setinggi mungkin, tetapi zaman telah berganti, kini wanita berlomba-lomba untuk meraih pendidikan setinggi mungkin.
Perempuan bisa mengejar mimpinya, perempuan bisa untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Terkadang mereka hanya membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitar mereka, seperti keluarga, teman, bahkan pasangan. Tetapi tidak sedikit yang berasumsi bahwasannya wanita tidak pernah sama dengan laki laki dalam berkarir atau berkarya pada dunia kerja. Opini ini banyak dilontarkan di media sosial, sehingga menimbulkan opini publik secara pro dan kontra.
Sejujurnya hanya dengan membaca opini mengenai perempuan pada hakikatnya hanya berdiam diri dirumah mengurus rumah tangga dan keluarga cukup membuat saya merasa tertegun. Apakah hanya itu yang bisa wanita lakukan, apakah wanita tidak layak untuk berada di luar rumah, apakah wanita tidak berhak mencapai mimpi mimpinya, begitu banyak pertanyaan yang timbul.
Memang perempuan suatu saat pasti akan berkeluarga dan menjadi seorang ibu, jika memang takdir berkata kita hanya harus menjadi seorang ibu rumah tangga dan hanya tinggal dirumah, maka jadilah ibu yang berpendidikan. Karena seorang anak tidak bisa memilih orangtuanya, maka sebagai orangtua yang memiliki kesadaran penuh untuk melahirkan keturunan berhak memberikan yang terbaik untuk anak, anak berhak memiliki ibu yang cerdas, anak berhak memiliki ibu yang bisa mendidik dengan baik.
Jadi jikalau ada seorang bertanya, mengapa perempuan harus menggapai pendidikan tinggi, mengapa perempuan harus cerdas, pada akhirnya perempuan akan berada di dapur dan ilmu tiada guna. Maka jawablah dengan lantang wanita berpendidikan akan menjadi seorang ibu yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik generasi menjadi generasi yang peka akan pendidikan, menjadi generasi yang tidak menjatuhkan segala perbedaan yang ada.
Memilih berkarya di luar rumah, memilih bergaya dengan suka rela sesuai hatinya, perempuan yang berkontribusi melalui berbagai bidang dan cara, sebagai perempuan hanya dengan membuat pilihan saja sudah membuat menantang, perempuan sering didera perasaan bersalah walau memiliki tujuan yang mulia, tidak sedikit perempuan yang cemas akan kemampuan dirinya sendiri dan bahkan menganggap rendah dirinya. Pada dasarnya terdapat penelitian yang menunjukan bahwa sukses berkorelasi positif untuk pria dan membawa konsekuensi negatif bagi perempuan.
Menjadi sukses dan disukai bukanlah suatu hal yang biasa bagi perempuan, justru sering bertolak belakang karena kenyataan yang terjadi di sekeliling menunjukan bahwa terkadang ambisi yang kita miliki bertentangan dengan tradisi. Perempuan yang berusaha untuk menggapai posisi karir sering dianggap hanya memikirkan dirinya sendiri. Para perempuan yang telah memberanikan diri untuk speak up justru malah dihindari. Bahkan disaat sukses dan bermanfaat sering kali masih mendapatkan komentar negatif.
Mari memulai dari diri sendiri, tidak ada yang memahami perempuan selain kita sendiri, bahkan harga diri tidak ditentukan oleh orang lain, tetapi dimulai atas dasar pengenalan diri sendiri. Mengetahui strength and weakness pada diri sendiri juga sebagai salah satu langkah pengenalan diri. Sebagai perempuan juga harus paham apa yang hendak dikejar dan direalisasikan. Mengetahui impian masing masing adalah suatu bagian dari kepercaya dirian.
Siapapun yang gagal menghargai diri sendiri tidak pantas untuk menilai orang lain apalagi sampai menghakimi kepada sesama perempuan. Sudah sepatutnya sesama perempuan saling bergandengan tangan bukan malah saling menjatuhkan. Banyak orang menilai bahwa hidup sebagai ajang kompetisi, akibatnya kita akan merasa siapapun terasa sebagai ancaman.
Mendukung orang yang sukses bukan berarti mengakui kegagalan kita. Mari kenali siapa dirimu, apa kekuatan terbesarmu sehingga kamu berani mengambil jalan dan pilihanmu sendiri. Menjadi seorang perempuan bukanlah kelemahan untuk menjadi sukses, dan berpendidikan. Kejarlah apa yang engkau impikan dan berikanlah dukungan kepada siapapun, saling memotivasi, dan hilangkah iri dengki. Sudah waktunya bagi laki-laki dan perempuan berkolaborasi, dan saling memahami.