Oleh | Tarissa Noviyanti Az Zahra
RESENSI BUKU, NOLESA.COM – “Sejauh apa pun kamu berlari, secepat apa pun kamu melaju, semuanya akan hancur kalau kamu terlalu memaksakan diri” —Halaman 27.
Sebuah kutipan yang terdapat dalam buku “Ada Kalanya Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” menjadi pengingat penting bahwa dalam menjalani kehidupan, mengejar mimpi, atau menghadapi tekanan, kita tetap perlu memperhatikan batas kemampuan diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kutipan ini mengingatkan bahwa ambisi dan kerja keras tidak boleh mengabaikan kesehatan fisik maupun mental. Memaksakan diri secara berlebihan justru dapat berujung pada kegagalan atau kehancuran yang lebih besar.
Hidup bukan tentang siapa yang paling cepat sampai garis akhir, tapi tentang bagaimana kita tetap utuh dan waras selama menjalaninya. Kadang, berhenti sejenak bukan berarti menyerah. Beristirahat bukan tanda kelemahan. Justru dengan memberi ruang bagi diri sendiri untuk bernapas, kita bisa melanjutkan langkah dengan lebih bijaksana.
Sepanjang perjalanan hidup, kita pasti akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang dan karakter. Beberapa di antaranya mungkin akan menjadi bagian penting dalam hidup kita, membawa kebahagiaan, pelajaran, bahkan perubahan. Namun, tidak semua pertemuan berjalan mulus atau berakhir dengan cara yang kita harapkan.
Terkadang ada yang datang hanya sementara, ada yang pergi tanpa penjelasan, dan ada pula yang justru meninggalkan luka atau kekecewaan. Meski begitu, setiap pertemuan tetap memiliki makna, karena dari sanalah kita belajar memahami hidup, mengenal diri sendiri, dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat.
“Ada Kalanya Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” merupakan buku seorang penulis dan konselor bernama Aditya Siregar. Buku ini menyuguhkan rangkaian perenungan tentang pertemuan, penyelesaian, dan penemuan jati diri. Semuanya dikemas dalam bentuk enam “cangkir” yang mewakili bab atau bagian perjalanan batin penulis.
Aditya mengolah pengalaman pribadinya menjadi catatan yang penuh makna. Catatan-catatan ini mengajak para pembaca untuk merenung seolah duduk bersama secangkir kopi, menelusuri rasa kehilangan, pencarian, hingga penerimaan.
Buku self improvement ini berkisah tentang pertemuan dan percakapan Aditya dengan pemilik sebuah kedai kopi. Melalui percakapan-percakapan sederhana namun bermakna, muncul berbagai kenangan masa lalu. Ingatan-ingatan tersebut membuka jalan bagi Aditya untuk menemukan penyelesaian atas hal-hal yang selama ini membebaninya. Dari sanalah ia mulai menemukan kembali dirinya yang sesungguhnya, sebuah proses refleksi diri.
Cerita dalam buku “Ada Kalanya Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” menyuguhkan untaian kata-kata yang meneduhkan seputar hidup dan pencarian diri, bukan sekadar kata-kata penyemangat. Sebab, tidak semua yang kita dengar atau baca mampu langsung menguatkan.
Terkadang kita hanya butuh dipahami, bukan disemangati. Kata-kata atau kutipan yang ditulis Aditya terasa seperti refleksi pribadi yang mendalam, namun relevan bagi siapa saja yang sedang berproses.
Buku “Ada Kalanya Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” karya Aditya Siregar memiliki relevansi yang kuat dengan berbagai isu aktual yang tengah menjadi perhatian masyarakat saat ini. Pertama, kesadaran pentingnya kesehatan mental.
Buku ini menawarkan pendekatan reflektif melalui percakapan dan catatan pribadi. Hal tersebut sejalan dengan tren saat ini. Oleh karena itu, banyak individu mencari cara untuk memahami dan merawat kesehatan mental mereka.
Kedua, budaya nongkrong di kedai kopi. Latar kedai kopi sebagai tempat untuk berkumpul dan berdiskusi menjadi bagian dari gaya hidup urban. Buku ini memanfaatkan kedai kopi sebagai latar untuk eksplorasi diri dan ruang-ruang publik digunakan untuk refleksi pribadi.
Ketiga, pencarian jati diri di era digital. Pada era media sosial, banyak orang merasa kehilangan arah atau identitas. Buku ini mengajak pembaca untuk kembali ke dalam diri untuk mencari makna dan tujuan hidup yang relevan dengan kebutuhan yang real.
Buku “Ada Kalanya Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” karya Aditya Siregar menempati posisi yang cukup unik di antara buku-buku self-improvement atau refleksi diri yang berkembang di Indonesia. Keunikan ini dapat dilihat dari pendekatan penceritaannya yang puitis dan penuh nuansa personal.
Seperti judulnya, buku ini membahas pencarian jati diri. Buku ini disusun dalam bentuk catatan-catatan pendek yang diawali dengan frasa “Ada kalanya,” yang mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai aspek kehidupan.
Hal ini sejalan dengan pendekatan Logoterapi yang dikembangkan oleh Viktor Frankl. Pendekatan eksistensial yang menekankan bahwa pencarian makna hidup adalah motivasi utama manusia.
Selain kutipan-kutipan teks, buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang mendukung narasi dan memperkaya pengalaman membaca. Ilustrasi ini membantu pembaca untuk lebih terhubung secara emosional dengan isi buku.
Buku ini sangat relevan dengan pengalaman pribadi saya, terutama dalam menghadapi kegagalan, penolakan, dan proses menemukan diri.
“Ada kalanya, kamu merasa sekarang adalah saat yang tepat untuk memetik hasil dari segala usaha. Sayangnya, tidak semua hal akan sesuai dengan harapan. Ada kalanya, alih-alih menuai hasil, kamu malah harus memulai segala sesuatu kembali dari nol. Di saat-saat itu, mudah untuk berpikir bahwa semuanya sia-sia. Namun, jika kamu melihat lagi ke belakang, pengalaman-pengalaman itulah yang membentuk dirimu sekarang. Tak ada yang sia-sia”. —Halaman 37.
Kutipan di atas mengandung pesan dalam hidup, kita akan menghadapi momen ketika usaha tampak gagal, tetapi justru dari situlah kita belajar dan bertumbuh. Kegagalan adalah bagian dari perjalanan, bukan akhir dari segalanya.
Buku “Ada Kalanya: Catatan Menemukan Diri dari Kedai Kopi” karya Aditya Siregar menawarkan refleksi mendalam tentang pencarian jati diri melalui narasi yang puitis. Namun, buku ini juga memiliki kekurangan.
Pada karakter dalam buku ini kurang memiliki kedalaman dan perkembangan yang signifikan. Hal ini dapat membuat pembaca kesulitan untuk terhubung secara emosional dengan tokoh-tokoh dalam cerita.
Buku yang disusun oleh Aditya Siregar ini sangat cocok dibaca oleh kalangan remaja dan dewasa yang sedang mencari jati diri, ketenangan, merenungkan makna hidup, atau menghadapi masa-masa sulit. Dengan membaca buku ini, pembaca diajak untuk berdamai dengan diri sendiri dan menerima segala perasaan yang muncul.
Secara keseluruhan, buku ini bukan hanya sekadar kumpulan tulisan, melainkan cermin perasaan dan pemikiran yang mewakili banyak jiwa dalam diam. Membacanya seperti berbicara pada diri sendiri—jujur, sunyi, dan perlahan menyembuhkan.(*)
*Tarissa Noviyanti Az Zahra, seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta. Memiliki ketertarikan dalam bidang jurnalistik, salah satunya menulis berita dan ulasan. Karya-karya tersebut pernah diterbitkan di berbagai media online. Selain itu, saya pernah menjuarai beberapa perlombaan news anchor tingkat nasional. Pada saat ini, saya aktif mengikuti perlombaan news anchor. Untuk lebih mengenalnya, silahkan follow instagram @tarissavy