Memahami Wanita Dari Kacamata Psychology

Redaksi Nolesa

Minggu, 1 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

(for NOLESA.COM)

(for NOLESA.COM)

Oleh Amrullah

RESENSI BUKU, NOLESA.COM – Benarkah bayi perempuan melakukan gerakan bibir dua kali lebih banyak dibandingkan bayi laki-laki?

Apakah benar bahwa perempuan lebih emosional sedangkan laki-laki lebih rasional?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mengapa insiden kecelakaan saat mencari tempat parkir lebih sering dialami oleh perempuan, sedangkan agresivitas lalu lintas lebih banyak ditunjukkan oleh laki-laki?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini mencerminkan kompleksitas kajian mengenai perbedaan psikologis berbasis gender, yang menjadi fokus utama dalam The Psychology of Women.

Buku ini menawarkan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika psikologis perempuan, baik dalam aspek biologis, kognitif, emosional, maupun sosial-budaya.

Melalui pendekatan multidisipliner, pembaca diajak untuk mengeksplorasi perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki, konstruksi peran gender dalam relasi interpersonal, serta isu-isu kesehatan mental yang cenderung lebih spesifik dialami oleh perempuan.

Buku ini juga mengkaji bagaimana agama, budaya, dan norma sosial turut membentuk persepsi, perilaku, dan pengalaman hidup perempuan secara struktural dan psikologis.

Memahami psikologi perempuan memerlukan pendekatan multidimensional yang mempertimbangkan peran dan tahapan kehidupannya, baik sebagai anak, remaja, istri, maupun ibu. Dalam konteks pernikahan (marital), perempuan memaknai hubungan sebagai bentuk kedekatan emosional yang ditandai dengan kebutuhan untuk berbagi, merasa dihargai, dan diperhatikan oleh pasangan.

Kepuasan ego perempuan dalam hubungan ditunjukkan melalui adanya penghargaan terhadap perasaannya serta penerimaan terhadap kontribusinya dalam dinamika rumah tangga.

Salah satu indikator bahwa seorang perempuan mencintai suaminya dalam hubungan pernikahan adalah keinginannya untuk membantu suami berkembang, menyadari kekurangannya, dan mendukung proses perbaikan diri.

Perempuan juga mengharapkan agar pendapat dan preferensinya dihargai, termasuk dalam aspek praktis seperti pemilihan pakaian untuk pasangannya. Respons positif terhadap kebutuhan ini dapat dimulai dengan sikap “menerima terlebih dahulu”, yang menjadi kunci dalam membangun komunikasi yang efektif dan penuh empati.

Baca Juga :  Cinta Habis di Orang Lama itu Nyata Adanya

Secara psikologis, kebutuhan utama perempuan bukan semata pada penyelesaian masalah (problem-solving), melainkan lebih pada proses didengarkan secara aktif. Puncak dari kebutuhan psikologis perempuan terletak pada kemampuannya untuk dipahami, diekspresikan, dan mengalami transformasi emosional.

Dalam menghadapi kesedihan, perempuan cenderung memperoleh ketenangan melalui verbaliasi perasaan dan pembagian pengalaman emosional kepada individu yang dipercaya. Bagi perempuan, proses mencurahkan isi hati bukan hanya sarana komunikasi, tetapi juga bentuk pemenuhan kebutuhan afektif yang membuatnya merasa dicintai dan dihargai.

Dalam memahami peran dan eksistensi perempuan di dunia kerja, terdapat sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan secara cermat. Pada masa lalu, terdapat pandangan konservatif yang menyatakan bahwa perempuan seharusnya tidak terlibat dalam ranah publik maupun dunia kerja. Alasan yang kerap diajukan adalah anggapan bahwa kehadiran perempuan di ruang sosial dapat memicu ketertarikan atau godaan bagi laki-laki.

Namun, dalam konteks sosial modern, di mana perempuan telah berperan aktif dalam berbagai sektor kehidupan, pandangan semacam ini menjadi tidak relevan dan tidak sesuai dengan dinamika masyarakat kontemporer.

Perubahan struktur sosial dan kemajuan dalam bidang komunikasi telah meningkatkan interaksi antara laki-laki dan perempuan secara signifikan. Oleh karena itu, tanggung jawab pengendalian diri menjadi penting, khususnya bagi laki-laki, untuk mencegah terjadinya perilaku merugikan terhadap perempuan. Di sisi lain, perempuan juga perlu menyadari pentingnya menjaga etika dalam mengekspresikan diri di ruang publik.

Relasi yang sehat antara gender hanya dapat dibangun jika terdapat pemahaman bersama mengenai batasan perilaku dan penghormatan terhadap integritas masing-masing pihak. Ketika kontrol diri dan kesadaran etis dijaga secara timbal balik, potensi terjadinya pelecehan seksual dapat diminimalisir, dan diskriminasi terhadap perempuan dalam ruang publik dapat berkurang secara signifikan.

Baca Juga :  Manuskrip dan Potret Sumenep Abad Ke-19

Psikologi agama turut memberikan kontribusi penting dalam memahami perilaku dan peran perempuan. Kaum modernis berpandangan bahwa dalam masyarakat kontemporer, peran agama telah mengalami kemunduran dan kehilangan relevansi, seiring meningkatnya sekularisasi dalam kehidupan sosial.

Namun, pandangan pascamodernis justru menunjukkan arah yang berbeda, di mana agama tetap memainkan peran sentral dalam pembentukan nilai, moralitas, dan perilaku individu—termasuk pada mereka yang tidak menganut agama sekalipun (ateis).

Sebagai contoh, nilai-nilai seperti kejujuran dan komitmen untuk menepati janji dapat ditelusuri akarnya pada ajaran agama yang telah diwariskan melalui kebudayaan lintas generasi.

Dalam konteks sejarah Barat, di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi, umat Kristen mengalami penganiayaan sistematis, seperti dilemparkan ke kandang singa atau disiksa dengan metode brutal. Namun demikian, mereka tetap teguh memeluk keyakinan mereka. Ajaran-ajaran agama tersebut terus bertahan dan diterima oleh masyarakat luas.

Seiring berjalannya waktu, agama mengalami transformasi, dan dalam beberapa periode sejarah, kekuasaan keagamaan yang terpusat, seperti gereja, berubah menjadi institusi otoriter yang membatasi kebebasan, termasuk kebebasan perempuan.

Penindasan terhadap perempuan dalam sejarah Kekristenan Eropa menjadi pemicu lahirnya gerakan hak-hak perempuan. Gerakan ini dipicu oleh pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai eksistensi perempuan, seperti “Apakah perempuan tergolong sebagai manusia atau bukan?” yang mencerminkan ketimpangan struktural dan diskriminasi berbasis gender dalam sejarah agama institusional di Barat.

Dalam budaya Timur, khususnya dalam konteks peradaban Islam, perempuan menempati posisi yang signifikan dalam struktur sosial. Islam hadir sebagai sistem nilai yang memberikan landasan fundamental bagi pengakuan hak-hak perempuan, termasuk hak atas pendidikan dan hak memperoleh warisan—dua aspek yang sebelumnya jarang diakui secara formal dalam banyak tradisi pra-Islam.

Baca Juga :  Sejarah, Psikologi, dan Eksistensial

Sebagai ilustrasi, ketika dalam tradisi Katolik perempuan dilarang berperan sebagai pengkhotbah atau pemimpin rohani, dalam sejarah Islam, figur seperti Sayyidah ‘Aisyah ra. justru dikenal sebagai otoritas ilmiah yang aktif memberikan kuliah umum serta berpartisipasi dalam diskusi intelektual tingkat tinggi.

Hak-hak yang diperoleh perempuan dalam masa keemasan peradaban Islam merupakan bentuk emansipasi sosial yang progresif pada masanya. Namun, seiring waktu, kemunduran dalam pencapaian perempuan di dunia Islam mulai terjadi, sebagian disebabkan oleh pengaruh budaya patriarkal dari peradaban Mesopotamia yang turut menyusup ke dalam struktur sosial keislaman.

Dalam konteks kontemporer, isu-isu yang berkaitan dengan hak perempuan semakin diarahkan pada upaya pemurnian ajaran agama, dengan meninjau kembali teks-teks keagamaan secara kritis dan historis guna membedakan antara nilai-nilai Islam autentik dan pengaruh kultural yang membatasi peran perempuan. Pendekatan ini diharapkan dapat merekonstruksi pemahaman keagamaan secara lebih inklusif dan berkeadilan gender.

Selain menyajikan kerangka teoretis dan hasil riset terkini, penulis juga menawarkan strategi aplikatif yang relevan untuk membantu perempuan menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan pribadi, sosial, dan profesional mereka.

Disusun dengan gaya bahasa yang komunikatif namun tetap akademis, buku ini menjadi sumber referensi yang penting bagi mahasiswa, praktisi psikologi, pendidik, serta siapa pun yang ingin memahami kompleksitas dunia psikologis perempuan secara lebih mendalam dan objektif.(*)

*Asal Gapura Sumenep

Berita Terkait

Cinta Habis di Orang Lama itu Nyata Adanya
Dari Pahit Kopi ke Manisnya Makna: Menemukan Diri Lewat Tulisan Aditya Siregar
Mendekap Kesunyian
Jejak Kehidupan Nyata yang Mengajak Meneladani Nabi Muhammad Saw
Sejarah Gili Iyang yang Terpendam
Mendengarkan Maarten Hidskes
Sejarah, Psikologi, dan Eksistensial
Tuhan, Manusia, dan Alam

Berita Terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 02:07 WIB

Cinta Habis di Orang Lama itu Nyata Adanya

Jumat, 13 Juni 2025 - 18:03 WIB

Dari Pahit Kopi ke Manisnya Makna: Menemukan Diri Lewat Tulisan Aditya Siregar

Minggu, 1 Juni 2025 - 11:00 WIB

Memahami Wanita Dari Kacamata Psychology

Jumat, 30 Mei 2025 - 15:56 WIB

Mendekap Kesunyian

Kamis, 29 Mei 2025 - 10:25 WIB

Jejak Kehidupan Nyata yang Mengajak Meneladani Nabi Muhammad Saw

Berita Terbaru

(for NOLESA.COM)

Resensi Buku

Cinta Habis di Orang Lama itu Nyata Adanya

Sabtu, 14 Jun 2025 - 02:07 WIB