Black Champaign, Negative Champaign dan Ancaman Polarisasi

Redaksi Nolesa

Minggu, 9 Oktober 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh M. Rusdi*


Black champaign adalah Kampanye Hitam. Sedangkan negative champaign adalah kampanye negatif. Dua terminologi itu sangat familiar dalam studi Ilmu Politik. Khususnya dalam kaitannya dengan kampanye politik praktis.

Secara fundamental, black champaign dan negative champaign dibedakan. Black champaign merujuk pada strategi kampanye yang digunakan untuk merobohkan lawan politik dengan cara menarasikan tuduhan-tuduhan tak berdasar. Misal, menuduh lawan sebagai tokoh yang anti-Islam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sedangkan negative champaign, juga sebuah strategi kampanye yang dilakukan untuk merobohkan lawan dengan cara memunculkan sisi negatif lawan berdasarkan data dan fakta. Misal, seperti menampilkan rekam jejak lawan dalam dunia politik yang memiliki prestasi buruk.

Dalam teritori Ilmu Politik, strategi kampanye negatif diperbolehkan. Sebab, strategi menampilkan fakta dan data, bukan fitnah yang tak berdasar. Kampanya model negative champaign ini juga bermanfaat bagi pemilih untuk menentukan pilihannya.

Sedangkan kampanye model black champaign tidak diperbolehkan. Terlarang dan diharamkan. Sebab, alih-alih menampilkan fakta dan realitas, kampanye model black champaign hanya bermodalkan asumsi dan tuduhan, tidak berbukti dan nyata.

Baca Juga :  Hari Inovasi Indonesia: Memacu Perubahan Menuju Masa Depan

Namun, dalam realitasnya, kedua model kampanye itu selalu berjalan beriringan. Black champaign, sebagai model kampanya yang tidak diperbolehkan kerap kali dikamuflasekan dalam bentuk negative champaign.

Sehingga, kedua model kampanya itu sering kali sulit dibedakan.
Dalam praktik politik di Indonesia, hal itu kerap kali terjadi. Bahkan telah menjadi warna tersendiri dalam jagat politik Indonesia kontemporer.

Misal, seperti yang terjadi pada Pilpres 2019. Pada Pilpres 2019 tuduhan bahwa Presiden Jokowi komunis dan anti-Islam menyerebak di media sosial.

Padahal kenyataannya hal itu tidak benar: pertama, karena kenyataannya Jokowi bukankah seorong komunis. Kedua, ia juga tidak anti-Islam. Sebab, dalam pada kenyataannya, selain Jokowi sendiri beragama Islam, dari segi politik tak ada kebijakan-kebijakan Jokowi yang anti-Islam.

Efek Buruk

Banyak praktisi politik yang menganggap bahwa berkampanye dengan model black champaign itu sebagai sesuatu yang wajar dalam politik. Padahal, hal itu sangat berefek buruk pada tatanan politik dan pelembagaan demokrasi.

Baca Juga :  Kata dan Penguasa

Salah satu efek buruk yang paling yang terasa adalah adanya polarisasi yang kuat yang di akar rumput. Sebagaimana kita ketahui, polarisasi dan keterbelahan yang terjadi pada Pilpres 2019 adalah polarisasi yang paling parah dalam sejarah politik Indonesia.

Masyarakat, secara umum bukan hanya terpecah secara pilihan politik, tetapi juga terbelah secara sosial dan psikologis. Bahkan, keterbelahan itu tak kunjung menemukan momentumnya untuk kembali menyatu. Meski Presiden Jokowi telah melakukan rekonsiliasi dengan Prabowo Subianto (rival Jokowi pada Pilpres 2019), namun perpecahan dan keterbelahan itu tetap tidak bisa menyatu.

Keterbelahan itu diabadikan dan dipatenkan. Rekonsiliasi tidak bisa menjadi obat penawar penyakit keterbelahan itu. Perseteruan terus dilanjutkan. Bahkan, ada tanda-tanda akan dilanjutkan pada perhelatan Pilpres 2024.

Etika Politik

Karenanya, dengan hal itu sudah seharusnya bagi kita untuk menyadari bahwa melakukan kampanye dengan metode black champaign sangatlah berbahaya, mengancam tatanan sosial politik kita. Oleh sebab itu, patuhilah etika politik yang ada.

Baca Juga :  Anies Baswedan dan Partai Baru

Black champaign, yang dalam kajian Ilmu Politik tidak diperbolehkan, jangan lagi dipraktikkan. Dalam sebuah konstelasi politik, kemenangan memang adalah tujuan utama. Akan tetapi, dengan hal itu bukan berarti lalu kita bebas menggunakan segala cara. Semua cara diperbolehkan, kecuali yang dilarang.

Menuju Pilpres 2024

Dideklarasikannya Anies Baswedan sebagai capres Partai Nasdem dan Ganjar Pranowo sebagai capres PSI pada Pilpres 2024 menandakan bahwa kompetisi politik antar calon sudah dimulai. Yang dengan hal itu juga menandakan bahwa aktivitas kampanye akan masif dilakukan selama dua tahun ke depan.

Karena itu, kita berharap kampanye-kampanye politik yang akan dilakukan berlangsung secara damai dan tertib dengan tetap berpedoman pada etika politik yang ada. Yakni kampanye yang mengedepan fakta (negative champaign) daripada menebar tuduhan tak berdasar (black champaign).


*) M. Rusdi, dosen dan pengamat politik kepemiluan

Berita Terkait

Anies Baswedan dan Partai Baru
Sneak Peek Deblis
Refleksi HUT RI Ke-79: Mengapa Bung Karno Memilih Bentuk Negara Kesatuan?
KPK dalam Jeratan Desentralisasi Korupsi
Dilarang Membuang Sampah di Sini
Cegah Politik Uang dalam Pilkada 2024
Puisi-puisi Khairul Yaqin Madura
Dicari: Calon Kepala Daerah Berintegritas!

Berita Terkait

Selasa, 3 September 2024 - 08:59 WIB

Anies Baswedan dan Partai Baru

Senin, 2 September 2024 - 20:07 WIB

Sneak Peek Deblis

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 10:13 WIB

Refleksi HUT RI Ke-79: Mengapa Bung Karno Memilih Bentuk Negara Kesatuan?

Sabtu, 3 Agustus 2024 - 05:03 WIB

KPK dalam Jeratan Desentralisasi Korupsi

Rabu, 31 Juli 2024 - 21:10 WIB

Dilarang Membuang Sampah di Sini

Berita Terbaru