Puisi-puisi Muhammad Ridwan Tri Wibowo

Redaksi Nolesa

Sabtu, 13 Januari 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rinai Doa

Yang aku tahu

hanya ada satu musim

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

di dunia ini.

Yang di setiap harinya

ada rinai doa yang

tak pernah reda.

Peluk Doa

Hari itu sepi

dan dingin karena hujan.

Tapi, sepi itu terasa damai

dan udara dingin itu

melekat hangat di tubuhku:

seakan-akan

ada seseorang yang memeluku.

Apakah peluk itu doa?

Mungkinkah doa bisa memeluk manusia?

Takut Gemuk

Tahukah kalau kamu sebenarnya

hidup di ruang hatiku yang sempit ini?

Maafkan aku.

Jika dalam sehari

aku hanya memberimu makan sekali.

Dan, tak memberimu segelas susu.

Aku takut nanti kamu tumbuh gemuk

dan merasa engap tinggal di ruang ini.

Di sisi lain, aku pun juga takut gemuk:

Aku membayangkan kamu

bisa leluasa bergerak

ketika nanti

hatiku juga ikut melebar.

Masih Tersimpan

Masih tersimpan dalam ingatanku:

ketika aku melihat cahaya matamu

yang indah jatuh ke pipimu

ketika dirimu sedang tertawa bahagia.

Baca Juga :  Puisi-puisi Unais Muhammad Madura

Lalu, aku membayangkan

cahaya indah matamu adalah

cahaya matahari pagi

yang menyinari bukit-bukit,

dan tawa bahagiamu sendiri

merupakan udara sejuk.

Kenangan Adalah Embun di Balik Jendela

Kenangan adalah embun di balik jendela.

Kita tak bisa mengusap untuk mengeyahkannya

karena ada batas tebal dan transparan

sehingga mau tak mau kita harus melihatnya.

Kenangan adalah embun di balik jendela.

Kita tak dapat mengusapnya

untuk merasakan sentuhannya

namun kita bisa menikmati kehadirannya.

Sedangkan jendela adalah media temu kenangan;

yang menyajikan jiwa-jiwa manusia

yang pernah bahagia

dalam satu batas tebal dan transparan

yang bernama luka.

Kepalaku

/i/

Kepalaku ibarat kolam renang

dan orang yang berenang di dalamnya

adalah apa yang kupikirkan di kepalaku

hingga bertambah usia

air itu terkuras

dan orang yang berenang di dalamnya

semakin berkurang

berkurang

sampai akhirnya hilang.

/ii/

Kepalaku juga diibaratkan panggangan satai

dan isi kepalaku itu adalah baranya.

Sekuat apa pun aku mengipasinya

bara itu akan padam juga.

Baca Juga :  Puisi-puisi Khalil Satta Èlman

/iii/

Kepalaku juga seperti pantat.

Karena itu; aku butuh kloset

tempat kepalaku

mengeluarkan segala isinya.

Seribu Cara Hati Berbicara

Namanya Joey.

Sebelumnya ia sempat takabur. Ia merasa bahwa dialah yang paling mengenal dirinya. Namun, akhirnya gemuruh ombak menyadarkannya: gemuruh ombak itu seperti suara di dalam dadanya. Ia mencoba lebih intens dan berjalan menuju ujung pantai.

Sendirian.

Suara ombak itu seolah-olah berbicara dengan suara hatinya. Tapi, ia tak mengerti apa yang dibicarakan. Joey menangis. Hatinya ternyata selama ini masih keras. Akhirnya ia membuat sebuah tulisan dalam buku catatannya, yang berjudul “Seribu Satu Cara Hati Berbicara”.

Alam lebih tahu

suara hati kita.

Tapi, terkadang kita

terlalu keras hati

merasa paling mengenal

diri sendiri.

Dan, akhirnya kita

hidup dalam bayangan

siapa sebenarnya diri kita.

Tugas Angin

Aku merasakan angin segar masuk dari jendela kamarku yang terbuka.

Dan sebelum angin itu pergi jauh: aku mencoba memanggilnya.

Angin yang sudah siap melaksanakan tugas berikutnya

Baca Juga :  Antara Bola, Pencinta dan Kemanusiaan

kembali meluncur ke arah sumber suara itu berada.

Dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara angin mendesah,

“Manusia memang selalu merepotkan saja.” ujarnya Ketus.

Kelengangan ini memberikan kesempatan untuk berdialog dengan angin.

Mengapa belakangan ini, banyak angin yang berkunjung ke kamarku?

Angin yang mendengar isi hatiku seketika tertawa. Waktu ia tertawa,

aku melihat semilir angin sejuk berputar-putar di area kamarku.

“Sebenarnya ada banyak orang yang senantiasa merindukanmu.

Hanya saja kau terlalu sering berada di keramaian kota,

sampai-sampai angin susah mencarimu dan telat menyampaikan rindu itu.

Ketika tiba padamu, rindu itu telah tercampur polusi, suara klakson,

dan dengus nafas frustasi pengendara yang menatap macet di hadapannya.

Hanya saja kau tidak bisa memakluminya.”

Entah mengapa aku menjadi tersipu malu mendengar gurauan itu.

Dan, untuk kedua kalinya angin tertawa

setelah merasa tugas yang dikerjakannya maksimal.


Muhammad Ridwan Tri Wibowo, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta angkatan 2022

Berita Terkait

Puisi-puisi Nihalun Nada
Puisi-puisi Khalil Satta Èlman
Puisi-puisi Cahaya Daffa Fuadzen
Puisi-puisi Ilham Wiji Pradana
Puisi-puisi Dewis Pramanas
Puisi-puisi Muqsid Mahfudz
Puisi-puisi Nida Nur Fadillah
Puisi-puisi Heri Isnaini

Berita Terkait

Sabtu, 27 September 2025 - 11:19 WIB

Puisi-puisi Nihalun Nada

Rabu, 9 Juli 2025 - 21:49 WIB

Puisi-puisi Khalil Satta Èlman

Sabtu, 5 Juli 2025 - 18:49 WIB

Puisi-puisi Cahaya Daffa Fuadzen

Kamis, 19 Juni 2025 - 17:00 WIB

Puisi-puisi Ilham Wiji Pradana

Jumat, 13 Juni 2025 - 21:35 WIB

Puisi-puisi Dewis Pramanas

Berita Terbaru

Beberapa waktu lalu Presiden Prabowo tinjau program MBG di Bogor (foto: Biro Pers Kepresidenan)

Esai

Program MBG Presiden Prabowo dan Ancaman Inkompetensi

Selasa, 30 Sep 2025 - 18:31 WIB

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto meresmikan akad massal 26.000 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Perumahan Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Senin 29/9/2025 (foto: IP)

Nasional

Presiden Prabowo Targetkan 3 Juta Rumah untuk Rakyat

Selasa, 30 Sep 2025 - 11:35 WIB

Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Pusat BNI, Jakarta, Senin, 29/9/2025 (foto: IP)

Nasional

Menkeu Purbaya Datangi Kantor Pusat BNI

Senin, 29 Sep 2025 - 16:03 WIB