Merdeka dari Keterpurukan Pelayanan Kesehatan

Redaksi Nolesa

Selasa, 16 Agustus 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Nur Khalis*)


Disparitas antara kepulauan dan daratan, di Kabupaten Sumenep, bukan hanya soal infrastuktur dan pendidikan. Akan tapi juga persoalan nyawa.

Sejak musim penjajahan, kata seorang kawan, setiap kali warga kepulauan Sumenep jatuh sakit dan membutuhkan darah, pasti hanya bisa diganti dengan air infus. Hanya itu satu-satunya pilihan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rasanya, itu ada benarnya. Terakhir, yang saya tahu, dialami oleh alm. Suwatini, warga desa Tarebung, Kecamatan Gayam pulau Sepudi Kab. Sumenep. Beliau akhirnya wafat. Sebab air infus yang menjadi satu-satunya harapan untuk hidup, tak bisa menggantikan darahnya.

Baca Juga :  Menunggu Perayaan

Sampai saat ini, tak ada satupun warga kepulauan yang merdeka dari darah. Buktinya alm. Suwatini. Dia harus rela mati karena hidup di pulau yang juga belum merdeka dari darah, pulau Sepudi.

Saat itu, Dinkes Sumenep menyebut, seluruh puskesmas kapulauan, termasuk rumah sakit Abuya di Kecamatan Arjasa pulau Kangean, tidak ada satupun yang bisa melakukan donor darah. Satu-satunya harapan untuk mempertahankan kehidupan, dikala sakit, hanya diganti infus saja.

Ada yang bertanya, kiranya sampai kapan? Darah yang menjadi pertaruhan nyawa, terus-terusan diganti air infus semata? Jawaban saya, seperti yang sering diutarakan oleh pemerintahan: ya, sedang diusahakan.

Baca Juga :  Membumikan Nilai-nilai Aswaja di Kalangan Gen Z

Frasa “sedang diusahakan”, artinya cukup beragam.  Pertama, alasan itu membuat pemerintah “merasa” telah ada untuk warganya. Kedua, agar pemerintah terkesan telah hadir dan tetap memberikan peran. Ketiga, upaya menjaga kesabaran warga kepulauan.

Paling tidak, jika kematian terus terjadi karena kekurangan darah, warga kepulauan tak perlu marah. Yakinlah, pemerintah akan terus berusaha dan tidak akan pernah pasrah.

Meskipun, mungkin saja, hanya itu satu-satunya cara yang bisa pemerintah lakukan: terus menerus menyatakan harapan, yang entah sampai kapan. Atau mungkin sampai warga kepulauan muak dengan seluruh harapan yang telah dijanjikan.

Baca Juga :  Menyambut Pemilu 2024 dan Melepas Ketergantungan Politik Uang

Tagline baru pemerintah: ”Sumenep Melayani”. Frasa ini, tentu punya beban yang berat sekali. Tagline itu, mengharuskan seluruh keinginan warga diupayakan. Meski disikapinya secara acak-acakan.

Pemerintah sempat menghembuskan harapan, warga bisa umroh langsung dari Bandara milik sendiri. Ternyata, di lain hal, dua maskapainya sudah tak kuat dan memilih pergi. Seacak itu hembusan harapan dan kenyataan berkelindan.

Tentu saja, bagi pemerintah, tak akan ada ucapan setengah hati melayani warga kepulauan. Meskipun, kenyataanya, darah tak pernah mudah didapatkan. Ini akan kita lawan, atau dibiarkan?

Sumenep, 14 Agustus 2022

Berita Terkait

Trotoar, Pedagang, dan Keserakahan
Anugerah Santri Gagal
Menyampah atau Mengolah?
Gaji Guru Honorer, Tanggung Jawab, dan Beban Administrasi
Standar TikTok: Bikin Self Love Atau Terjebak Obsesi?
Pesantren di Era Digital: Sebuah Catatan Sederhana
Gaya Hidup Cashless: Kemudahan atau Ketergantungan?
Sampah Kota Yogyakarta Menumpuk: Kendala dan Solusinya

Berita Terkait

Jumat, 13 Juni 2025 - 17:18 WIB

Trotoar, Pedagang, dan Keserakahan

Senin, 2 Juni 2025 - 13:24 WIB

Anugerah Santri Gagal

Minggu, 1 Juni 2025 - 13:00 WIB

Menyampah atau Mengolah?

Kamis, 29 Mei 2025 - 10:51 WIB

Gaji Guru Honorer, Tanggung Jawab, dan Beban Administrasi

Minggu, 25 Mei 2025 - 14:30 WIB

Standar TikTok: Bikin Self Love Atau Terjebak Obsesi?

Berita Terbaru

Ketua Baznas Sumenep Ahmad Rahman melihat kondisi rumah Asmani yang tak layak huni (foto: ist)

Daerah

Baznas Sumenep Perbaiki Rumah Asmani yang Tak Layak Huni

Rabu, 18 Jun 2025 - 12:46 WIB