[RAA]J = Redolent Anthology of Aphrodite’s Journey
Dialah, Rosa!
Sang mawar anggun penuh ilmu, pemanja mata perawan.
Mencumbu hati yang masih lengang.
Untuk pertama kali mengenalkan cinta, kala jiwa bingung mau ke mana.
tersasar, katanya.
Tapi kenapa bahagia
Paradoks yang sulit diterjemahkan.
Namun dia akhirnya terampas oleh sahabat bertasbihkan agama.
Gilanya aku nurut saja.
Apa karena dibelai Venus?
Kemudian, Arum!
Semerbak harum pemecah sendu.
Peluruh sepi di hari penuh durja.
Tak hentinya berkelakar.
Menggelayut setiap pagi, menenangkan hati
Meramu bijaksana, merawat tanggung jawab.
sampai episode terakhir.
Sebelum dipeluk kembali oleh masa lalunya.
Muncullah, Arimbi!
Berdarah biru namun tak layu.
Justru tegas selayaknya ibu, juga jelmaan seorang guru.
Penuh warna tentang dwiwarna.
Karyanya menjadi busana, pun dia pemberi nyawa.
Pengajar tentang kekayaan jati diri dan percaya diri menjadi bukti.
Akan kesabaran berhari-hari.
Sampai amarah menjadi pemisah.
Wujud kebodohan yang berkeluhkesah.
Terakhir, Josefina!
Putih kulitnya bak melati, temaram bulan tak membayangi.
Pelan-pelan hati ini mekar, setelah sewindu di jeruji dengki.
Dia penggagas masa depan.
Yang hampir aku khianati.
Dia sungguh setia, penyuguh euforia.
Membantu meluruhkan dendam akan dimensi waktu di masa lampau.
Hingga hari ini jadi sandaran, bahan pertimbangan setiap keputusan.
Dia kiriman Tuhan, meski tak sejalan norma.
Namun kita
bak Rama-Shinta.
Amsterdam, 15 November 2021
Peternakan Kuda di Verona
tahun kemarin:
savana ini begitu kelam, tanpa cahaya, pekat gulita
tetap saja, aku tak henti menelusuri rumput-rumput sephia kering
selalu bersandar pada energi paru-paru kuda, yang kutunggangi, bertahun-tahun
setiap belokan, parit, dan sudut savana ini kukenali dengan baik
meski sepi namun tak merasa sendiri,
tak aneh! meski dikata remeh
awal tahun ini:
kau datang,
membawa kuda poni putih,
bukan! bukan pegasus! yang memang dapat terbang, tapi bisa saja lupa kembali
pun kau bawa lampu-lampu minyak yang kau sulut dengan api cinta
seketika savanaku tak gelap
hangat,
sedikit lembab,
namun sejuk
akhir tahun ini:
aku jatuh cinta…
dan mencinta dengan keperawananku di antara aroma bunga-bunga lavender
ya! kuncup-kuncup lavender yang kau tanam di musim semi
kaupun jatuh cinta…
mencintaiku dalam ritme serta menari dalam romansa,
dengan sepatu kulit yang kubuat perlahan dari kulit ariku sendiri
tahun depan:
akhirnya kita sepakat membangun pelan-pelan sebuah peternakan kuda,
pada savana yang sama
meski ini bukan cinta pertama
tapi selalu bersama,
SELAMANYA.
Amsterdam, 16 November 2021
Greenwich In Minor Key
sejenak kutiup musim gugur di kening Cupid
perlahan kerlingannya menguapkan parit-parit luka
mengarus bersama potret monokrom dua tahun lalu
bagaimana awalnya kita menambatkan erat kano kayu pada bibir pantai merah jambu,
yang kita kayuh sewindu penuh
bagaimana kita sampai pada titik: dua sosok yang hidup dalam gubug lengang
bersila bersama,
berharap satu,
lalu menyatu,
kemudian kita bercumbu, bertiga, dengan Eros yang selalu dimabuk anggur cinta
sebelum kita tenggelam dalam imajinasi
katamu hanya sekejap mengintip, menghidu, dan sedikit mencicipi mimpi
tapi justru kau meninggalkan gubuk itu tanpa membelaiku terlebih dulu
ego, perlahan tapi pasti, menjadi keras, petrified!
memisahkan diri,
debu emosi yang menyelubung darah kita, berputar, menjalin satu sama lain,
Nebula Medusa
sampai akhirnya sekarang aku berdiri di titik nol,
menyendiri
dan memang sendiri
Amsterdam, 16 November 2021
Tiga Cinta
Cinta
bisa saja memetik buah khuldi di sepanjang perjalanan.
kadang batu-batu setapak yang dilaluinya terlalu keras, menyengat, dan kasar.
menggerus tiap sudut jari kakinya hingga menebal.
sakit di awal namun kebal sampai tujuan.
Cinta
selayaknya sebatang pohon tulip.
butuh tanah berpasir miskin hara untuk meninggi.
harus tertanam di suhu beku untuk menumbuh.
dan di akhir bulan keenam, kelopaknya merekah, cerah, membawa berkah.
Cinta
partitur jiwa yang dapat mengalunkan melodi rasa.
kadang menyeret pada mimpi buruk saat terbaring pada kasur kecemburuan.
tak jarang menarik paksa bulir air mata yang menggantung di kelopak lara.
namun sekaligus mampu menyelimuti luka dengan sehelai bahagia.
Cinta,
Cinta,
Cinta,
dua muka, dua jiwa, dua cerita, satu perkara
Amsterdam, 17 November 2021