Puisi-Puisi Khairur Rosikin Bunang

Khairur Rosikin Bunang

Jumat, 12 November 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi via @cdd20

Ilustrasi via @cdd20

Makan Malam

 

Mak, tidur tidak pernah habis di meja makam

Kematian terus dibubur dan matang di lain piring

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mata penuh batasbatas, payah menghadapi gelap

Melahap panjang pandang

Nisan terpaut namamu yang manisan

 

Emak kemarin sempurna bulan

Ketika semua dalam perut kelam

Sementara aku berada lebur bayangan

 

Seperti berkunjung ke rumah dengan kaca hitam

Kau di dalam melihatku

Aku di luar menangisimu

Menyadari bahwa tungku dapur

Tidak kau sorong apinya lagi

 

Mak,

Makam malam kali ini

Kewaspadaan terhadap kenyataan

Memasak nasib

Kelewat kubur

 

2021

 

Menemui Kematian

 

Dia memetik berlapis bunga

Dan menemui kata “Iya”

Baca Juga :  Petikan Gitar Terakhir - Puisi Pulo Lasman Simanjuntak

Dia berlari menuju langit

Dengan cara terjun ke bumi

 

Itu tubuh sudah tengkurap

Seperti bangkai puisi cinta

Seorang penyair pandir

Paling melankolia

 

Ketika tubuh lesat dari lantai atas

Senanglah hati telah tanggal segala nahas

Jadwal kerja padat, mulut nyinyir tetangganya

Berhasil dia bebas

 

Tetapi penyesalan mendadak akrab

saat wajah sepenggal di tanah

Ribuan peristiwa sederhana

Yang kemarin alpa

Menjelma ribuan kuda

Di keluasan sabana

 

2021

 

Taman Bunga

 

Dunia ini, oh, tujuh tangkai hari

Kelopak langit juga duri waktu

Taman bunga bagi bibir anggur

Yang menolak ribuan seloki

 

Tetapi

Telah dituangkan dari tanganNya

Baca Juga :  Puisi-puisi Iyong

Beberapa bunga

Ke rambut perempuan

 

Jika kijang jantan berlari

dari semak berahi

Maka seorang saleh

telah membuka jubah patuh dalam diri

 

2021

 

Ode Rab

 

Datanglah cepatcepat

Sebagai satu sama sekali

Tangan ini

Gelangilah beberapa emas

 

Jika malam gulita

Dalam mata yang kendur

Dengar memanggil suara

Dari gemerincing rindu

 

Pestakan manikmanik

Di setelan bajuku

Ketika pecah perhiasanku

Berkeping nyanyi juga berserakan

Di kakimu

Akan kupungut darinya

Berulang pujian purba

Tanpa kehampaan

Tanda kepapaan

 

2021

 

Orangorang Menganggapku Gila

tetapi Aku Bukan Satusatunya

 

Harus kudendangkan pada siapa lagi lagu ini

Kesedihan, kesediaan untuk menangis

sudah kehilangan ritmis

Baca Juga :  Setelah Aroma Nafas Kita Berkawin : Puisi Norrahman Alif

Harus kubuang ke mana ayunan

tanganku yang lembut ini. Bokongmu, oh, bayiku

yang sebentar, kini, seperti janji kebanyakan lelaki

 

Setiap malam aku melamun dan membayangkan

Kamu masih hidup, dan meminta sesuatu dengan

Kalimat yang tak lengkap

Orangorang di sekitarku menganggapku gila

Tetapi, biarkan, aku bukan satusatunya

 

Harus disebut apa aku ini

Agar setiap yang memanggilku tahu

bahwa telah hilang cinta yang begitu besar dariku

Yatim karena kehilangan ayah, ajiyyah karena ibu

Aku bukan duda karena istriku masih ada

Lantas, bagaimana dengan

Peristiwa kehilangan kamu?

 

Mungkin memang tidak ada sebutannya

Atau tidak ada kata yang sanggup mengambarkannya

 

2021

Berita Terkait

Puisi-puisi Zikri Amanda Hidayat
Puisi-puisi Tundra Alif Juliant
Puisi-puisi Qudwatul Imamah-Madura
Puisi-puisi Elmira Damayanti-Madura
Puisi-puisi Amanda Amalia Putri-Banyuwangi
Puisi-puisi Alexio Riqil Vitor-Madura
Puisi-puisi Moh. Aqil-Madura
Puisi-puisi A. Danial Matin-Madura

Berita Terkait

Selasa, 4 Februari 2025 - 07:17 WIB

Puisi-puisi Zikri Amanda Hidayat

Rabu, 25 Desember 2024 - 08:36 WIB

Puisi-puisi Tundra Alif Juliant

Kamis, 12 Desember 2024 - 08:30 WIB

Puisi-puisi Qudwatul Imamah-Madura

Sabtu, 7 Desember 2024 - 07:43 WIB

Puisi-puisi Elmira Damayanti-Madura

Sabtu, 30 November 2024 - 07:34 WIB

Puisi-puisi Amanda Amalia Putri-Banyuwangi

Berita Terbaru