: Kurniawan Adityawarna
Tangisan di hari raya
Kala senyum senja tertutup pekatnya langit malam
Perlahan takbir menggema di atas cakrawala
Pertanda bahwa kemenangan telah kita genggam dengan gagah
Sorak sorai anak kecil terdengar bahagia
Para pemuda bermain petasan hingga suasana menjadi meriah
Sedang yang tua sibuk merapal berbagai do’a
Tapi berbeda dengan diriku
Aku malah sibuk menghitung duka
Teringat akan seketsa wajah orang tua di desa yang jauh di sana
Desa Banuaju Timur tepatnya
Tak ada yang lebih ganas dari ranggas riangnya lara
Menjelma bulir – bulir air mata
Yang jatuh pada setiap do’a
Sempat segala cara akan kucoba
Demi keluar dari ini penjara
Tapi,hal itu urung kucoba
Sebab harimau telah siaga dan berpencar kesegala arah
Untuk menikamku tiba-tiba.
Annuqayah,2021 M.
Siapakah Santri
Dalam dekap keingin tahuan
Aku diam membisu di lorong waktu
Meratapi perihal fenomena santri di negeriku
Dan pertanyaan kecil nan mungil hadir
Menemani kesunyian otakku di saban pagi
Seperti apa yang namanya santri ?
Apakah mereka murid sang kiai
Yang tak pernah lepas dengan;
Kopyah,sarung,tasbih,baju,hingga sorban putih
Ataukah mereka yang asik berlenggak lenggok
Manis seperti selebriti memakai rok mini
Dan celana bolong sana sini
Bahkan mereka yang bukan santri berkata
‘’hey..! para santri mari ikuti penampilan modis kami
Supaya terkenal seperti aktor di televisi ‘’
Para santri bodoh menjawab
‘’benar,ayo kita ikuti mereka ‘’
Tanpa pikir mereka lepas pangkat kesantrian untuk tenar
Layaknya artis di korea
Oeee… !
Zaman apakah ini
Berpuluh – puluh tahun negeriku merdeka
Sebab penjajah telah pulang ke kampung halaman
Katanya,
Tapi nyatanya merekea masih ada
Ditanah moyang kita menjajah perekonomian Negara,
Budaya,hingga gaya busana
O…!
Indonesia engkau selalu berseru merdeka
Padahal anak cucumu masih terjajah.
Annuqayah,2021 M.
Hari Raya Merdeka
Langit tak lagi mengisakkan air mata
Karena kemenangan telah kkita genggam dengan gembira
Demi pelor- pelor yang menembus batok kepala
Kami bersumpah bahwa tak ada lagi yang namanya penjajah
Tepat pada tanggal yang di pilah
Tanggal 17 Agustus 1945 tahunnya
Kami rakyat Indonesia berhasil
Berhasil menunaikan ibadah bendera yakni hari raya merdeka
Di saat itu pula
Serdadu- serdadu jepang dan belanda lari terbirit-birit
Seraya komat- kamit membaca mantra melihat para pemuda
Membusungkan dada, dan tak lupa bambu runcing sebagai senjata
Mereka acung- acungkan ke udara
Kain berwarna dua
Merah di atas dan putih di bawah
Melambai mesrah mengisyaratkan perihal perpisahan kepada mereka
Sedang golongan tua turut menggetarkan cakrawala dengan kalimat
“MERDEKA”
Istana Kacobhung D/07, 10-08-2022 M.
Ratapan Anak Durhaka
Kini dzikir melantun syahdu
Berbaris rapi mengantre masuk ke lubuk kalbu
Dalam tatapan ayat-Mu
Aku termenung teringat akan indah paras ibu
O….ibu !
Maafkanlah anakmu
Karena aku adalah manusia durhaka tak tahu malu
Untuk meminta restu di hadapanmu
Padahal,ketika engkau menginginkanku berbuat sesuatu
Aku malah berselimut nafsu
Melepas amarah dengan mencaci maki tubuhmu
Sekali lagi ibu !
Aku ucap maaf paling baka dalam hidupku
Sebab,engkaulah aku tahu apa itu dunia
O……ibu !
Apkah aku masih layak kau panggil anakmu
Yang kelak akan menemanimu
Menuju alam surga bersamamu.
SMK 1 Annuqayah,2021 M.
Sebuah Kisah
ketika luka mulai menyayat rasa
kupendam hingga menjadi tawa
dan ‘ku ukir dalam sebuah sandiwara
yang kusebut cerita cinta.
Annuqayah,24 -07 -2021 M.
Kurniawan Adityawarna : merupakan nama daging dari Ferdy Kurniawan tamat belajar TK, MI, dan Mts di Yastafi sekarang duduk di bangku SMA 1 Annuqayah kelas XII Mipa 3 suka menulis sejak aktif di komunitas persi [Penyisir Sastra Iksabad], POAR [People Of Art] Ikstida, dan kini dia terjebak oleh perangkap seniornya di Persi untuk menahkodainya sampai tahun depan beberapa puisinya berhasil terantologikan di berbagai media;Lintang , Arunika pers, dan JSI [Jendela Sastra Indonesia].