Pancaka
Mimpi adalah gumpalan kapas yang mengapung bersama asa, mengisi malam dengan labirin kecil. Menyelimutiku dengan sayap kehangatan. Aku bisa terbang bersamamu, mengubur luka di dalam kamar. Kini tumbuh bunga mimpi berduri, memakan siapa berani melarangnya. Dia berlari menggigit kakiku, menari di atas awan-awan lembut. Selimut memelukku dengan dada bidangnya. Aku akhirnya nyaman dengan bau tubuhmu.
6 November 2021
Candana
Bumi kau pelintir di saku celana, kemiskinan kau pupuk agar subur. Berharap menjadi bunga segar di mata, tetapi semua itu sia-sia. Kini hanya semak berduri menusuk mata, menghujam binatang melata lupa negerinya. Mereka sibuk berdiri di podium, seolah malaikat bersenandung di langit. Kala duri mendidihkan racun-racunnya. Semua manusia makin buta dengan warna-warni dunia. Emas adalah Tuhan bagi umatnya. Sampai raga berlarian di akhir masa.
7 November 2021
Batunda
Aku pernah mendengar penyihir jahat yang datang ke kampung Wawali Batu. Ia mampu menyihir bayam jadi kelapa sawit, bahkan batu kecil menjadi banjir bandang. Saat hujan mengaliri mata sipitnya, tangisan menderita dari parade musim panas menggelegar. Tebing terkikis tipis seperti kue ulang tahun balita. Ribuan burung menuju arah utara.
7 November 2021
Ambika
Kau adalah gadis cantikku. Matamu nan biru memancarkan kelapangan samudera, meski sering kali dunia menamparmu secara kejam. Ambika, putri ibu. Sembilan bulan ibu mengandungmu dalam rahim kata. Kini kau tumbuh sebagai Srikandi Pancala. Kau bakar ketidakadilan menjadi abu. Serupa Dewi Durga penghancur angkara murka. Ambika kebanggaanku. Ibu sangat menyayangimu.
8 November 2021