Membenahi Institusi Kepolisian Kita

Redaksi Nolesa

Sabtu, 8 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh AHMAD FARISI*


Beberapa waktu lalu, institusi kepolisian kita sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat.

Peristiwa itu bermula dari viralnya lagu berjudul Bayar Baya Bayar yang dinyanyikan Band Sukatani yang lirik-liriknya berisi kritik terhadap kepolisian. Namun, alih-alih mengevaluasi diri, institusi kepolisian kita justru tampak “panas telinga” terhadap nyanyian grup band asal Purbalingga itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seharusnya, institusi kepolisian berterimakasih kepada mereka karena secara sukarela mau mengingatkan institusi kepolisian yang telah mengalami kerusakan sistemik. Yang dari saking parahnya, dalam beberapa tahun ini kita menyaksikan fenomena di mana masyarakat lebih percaya damkar (pemadam kebakaran) ketimbang institusi kepolisian itu sendiri.

Fenomena tersebut sejalan dengan survei Ipsos Global Trustworthiness Index (2024) yang menempatkan polisi/kepolisian sebagai salah satu profesi yang “paling tidak dipercaya”.

Tren ketidakpercayaan (distrust) masyarakat pada kepolisian itu terjadi bukan tanpa sebab. Semua itu terjadi karena masyarakat menilai institusi kepolisian kita tidak bisa diandalkan. Berbelit-belit, lelet, dan bahkan mengharuskan adanya ”uang pelicin” agar laporannya bisa diproses.

Sebab itu, menjadi wajar bila kemudian berkembang narasi ”percuma lapor polisi”. Atau, narasi “bayar, bayar, bayar,” seperti yang disuarakan oleh Band Sukatani.

Baca Juga :  Saling Mengingatkan, Berikut Penyebab Batalnya Pahala Puasa Ramadan

Dalam dua puluh tahun terakhir (2004-2024), kasus korupsi yang terjadi di institusi kepolisian memang terbilang cukup rendah bila dibandingkan dari lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Dalam rentang dua dekade tersebut, tercatat hanya ada 6 kasus korupsi yang terjadi di institusi kepolisian. Data tersebut relatif lebih kecil jika dibandingkan kasus korupsi di institusi peradilan yang mencapai 31 kasus dan di kejaksaan 13 kasus (KPK, 2025).

Namun, seperti fenomena gunung es, laporan KPK tentang korupsi di kepolisian itu ibarat gunung es yang hanya memperlihatkan puncaknya saja. Tidak menggambarkan budaya korupsi yang terjadi secara sistemik dalam tubuh kepolisian kita selama bertahun-tahun. Sebut saja seperti kasus pemerasan oleh oknum polisi yang sering terjadi, misanya, yang bukan hanya merugikan masyarakat Indonesia sendiri, tetapi juga merugikan sejumlah warga negara asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Seperti kasus pemerasan oleh sejumlah oknum polisi terhadap 45 warga negara Malaysia di Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 2024.

Atau, lihat juga fenomena partai coklat (parcok) yang sempat ramai pada perhelatan Pilkada 2024. Polisi/Kepolisian yang seharusnya netral, tetapi justru juga ikut berpolitik, melakukan operasi politik guna memenangkan salah satu calon yang didukung status quo.

Baca Juga :  Membela Bupati Fauzi

Institusi kepolisian sendiri sebenarnya sudah menyadari tentang adanya fenomena kerusakan sistemik dalam institusi kepolisian kita ini. Karena itu, beberapa upaya pun telah dilakukan oleh kepolisian untuk memperbaiki kerusakan sistemik tersebut. Termasuk salah satunya merekrut kalangan santri atau hafiz untuk menjadi polisi, yang tujuannya tentu adalah untuk memperbaiki citra kepolisian yang selama ini sering mendapat sorotan negatif.

Akan tetapi, karena kerusakan yang terjadi di institusi kepolisian kita telah berlangsung secara sistemik, kehadiran sejumlah polisi santri tersebut tak mampu membendung citra buruk kepolisian yang nahasnya, juga tak mampu memperbaiki kerusakan institusional yang ada.

Kehadiran polisi-polisi santri tersebut hanya mampu memoles citra kepolisian di panggung depan, tetapi pada saat yang sama gagal menyelesaikan problem fundamental kepolisian yang menjadi sumber masalah utama. Berbagai kasus pemerasan dan praktik suap di ruang-ruang tertutup dan di jalan-jalan terbuka masih terus berlangsung secara akut.

Wajah Hukum Indonesia

Polisi/kepolisian adalah wajah hukum Indonesia yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Dengan kata lain, jika kepolisian/polisinya baik, maka baik pulalah persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum. Karena itu, seabrek masalah yang ada pada institusi kepolisian itu harus dibenahi segera, khususnya terkait dengan budaya korupsi yang sering mengorbankan masyakat kecil.

Baca Juga :  Angin Segar dan Problem Kesadaran Ekologis Indonesia Timur

Langkah membenahi kepolisian itu bisa dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, menegakkan kode etik kepolisian. Seperti menindak tegas personel polisi yang menerima suap atau melakukan pemerasan terhadap masyarakat. Selama ini, penegakan kode etik terhadap oknum/anggota polisi yang melakukan pelanggaran etik masih jauh panggang dari api.

Bahkan dalam banyak kasus pelanggaran kode etik oleh oknum polisi justru terkesan ditutup-tutupi atau bahkan dinormalisasi karena dinilai bukan termasuk pelanggaran etik berat. Padahal, disadari atau tidak, pelanggaran-pelanggaran etik yang dianggap sepele itulah yang selama ini merusak citra dan wibawa kepolisian sebagai institusi penegak hukum.

Kedua, melakukan reformasi kultural. Seperti menghilangkan tradisi “uang pelicin” yang menjadi habitus di kepolisian, meningkatkan profesionalisme dan budaya kerja yang berintegritas. Dengan upaya-upaya semacam itu, diharapkan eksistensi kepolisian bisa terus beranjak membaik, menjadi institusi yang mengayomi dan melayani masyarakat.


*) Pengamat Politik

 

 

Berita Terkait

Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir
Kepada Siapa Kepala Daerah Tunduk?
Hidup pada Bulan Ramadan Tetapi Tidak Terampuni Dosanya?
Menanti Kenegarawanan Presiden
Isra Mikraj Sebuah Perjalanan Spiritual yang Hanya Bisa Dipercaya oleh Orang yang Beriman
Akhir dari Presidensial Threshold
Catatan Pengujung Tahun 2024

Berita Terkait

Selasa, 11 Maret 2025 - 05:00 WIB

Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital

Sabtu, 8 Maret 2025 - 19:28 WIB

Membenahi Institusi Kepolisian Kita

Senin, 3 Maret 2025 - 04:13 WIB

Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Sabtu, 1 Maret 2025 - 05:08 WIB

Kepada Siapa Kepala Daerah Tunduk?

Jumat, 28 Februari 2025 - 15:07 WIB

Hidup pada Bulan Ramadan Tetapi Tidak Terampuni Dosanya?

Berita Terbaru