Oleh Sujono
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (Kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS: Al-Isra’: 1).
Rajab, menjadi cikal bakal turunnya perintah sholat lima waktu. Sebelumnya diawali dengan perjalanan satu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (Isra), lalu kemudian naik ke Sidratul Muntaha (Mikraj).
Dalam perjalanan ini (Isra Mikraj), banyak keajaiban-keajaiban yang disaksikan oleh Rasulullah Muhammad Saw, yang kemudian menjadi hikmah bagi umatnya, terutama dalam meneguhkan keimanan.
Perjalanan spiritual ini terjadi dengan “roh” dan jasad Nabi Muhammad Saw. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya jika Ia berkehendak.
Perjalanan Isra dimulai dari rumah Ummu Hani’ binti Abu Thalib, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Anas bin Malik Ra, ia berkata; Abu Dzar menyampaikan Hadits bahwa Rasulullah Saw, bersabda;
“Atap rumahku dibuka, ketika itu aku di Makkah, Jibril turun dan membelah dadaku, lalu membasuhnya dengan air zamzam, kemudian ia datang membawa bejana emas yang penuh dengan hikmah dan iman, maka ia menuangkannya di dadaku, kemudian menutup dadaku kembali.” (HR Muslim).
Baihaqi meriwayatkan dari sahabat Syaddad bin Aus Ra, kami bertanya; Wahai Rasulullah, bagaimana engkau diperjalankan Isra?.
Nabi Saw, berkisah; Aku melakukan shalat malam bersama Sahabatku di Makkah, lalu Jibril mendatangiku dengan seekor binatang putih (lebih besar dari keledai), maka Jibril berkata; ‘Naiklah!
Binatang putih (Buraq) itu merasa kegirangan saat aku mendekat. Kakinya melangkah sejauh pandangan matanya, hingga aku sampai ke suatu daerah yang penuh dengan pohon kurma. Lalu Jibril menurunkanku dan berkata;
“Laksanakanlah shalat di tempat ini. Maka aku pun melaksanakan shalat di tempat tersebut.”
Kemudian aku naik ke Buraq lagi dan Jibril berkata; “Tahukah engkau dimana tadi engkau melakukan shalat?.
“Allah-lah yang Maha Mengetahui,” jawab Nabi Muhammad Saw.
“Engkau tadi melakukan shalat di Yatsrib (yang kemudian disebut Madinah),” ucap Jibril.
Nabi Saw, pada malam itu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mengendarai Buraq dan ditemani oleh Jibril.
Kemudian Nabi melakukan shalat di bukit Tursina, tempat diperdengarkannya Kalam Allah kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, kemudian shalat lagi di Betlehem, tempat Nabi Isa Al-Masih dilahirkan.
Kemudian Jibril membawaku ke Baitul Maqdis dari pintu Yamani. Jibril pun mendatangi arah kiblat Masjidil Aqsha dan mengikat Buraq di sana.
Lalu kami memasuki Masjidil Aqsha dari pintu yang terkena cahaya matahari dan bulan. Kemudian kami melakukan shalat berjamaah (sebagai imam) bersama para Nabi dan Rasul terdahulu.
Persinggahan terakhir dalam Isra Nabi Muhammad Saw, adalah Masjidil Aqsha, di Jerusalem (Palestina). Dari Masjidil Aqsha, Beliau Saw, ber-Mikraj menuju ke Alam Tuhan, melalui beberapa tingkatan langit dan ruang angkasa.
Allah berfirman; Sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai budi yang tinggi.(QS: Al-Qalam: 4).
“Budi” itu bermakna mengetahui segala kenyataan tanpa perantara panca indera lahir. Jadi, “budi” itu ibarat pelita yang dapat memberikan sinar kepada akal.
Operasi jiwa yang dilakukan oleh Malaikat terhadap Nabi Saw, untuk memeriksa dan membersihkan batin Beliau Saw. Badan rasa Nabi Saw, juga diperiksa, kemudian dikeluarkan sejenak dari tubuh Beliau. Ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa pada jasmani. Hal demikian sangat perlu bagi Nabi agar jasmani Beliau tidak merasakan sakit bila bersentuhan dengan atmosfir yang berlapis-lapis dan berbahaya yang akan dijumpai selama perjalanan spiritualnya.
Setelah itu, badan nafsu Beliau dicabut oleh Malaikat. Daya-daya nafsu ini dipindahkan dan dialirkan ke pusat kesadaran. Maka menjelma amal perbuatan untuk melaksanakan tugas Isra dan Mikraj dengan daya pikir yang lengkap.
Karena itulah, dalam perjalanan Isra dan Mikraj-nya, pikiran dan ingatan Nabi Saw, tetap sadar dan dapat menyaksikan segala sesuatu yang Beliau jumpai dengan amat sangat jelas.
Dalam perjalanan Isra dan Mikraj-nya, Beliau masih dapat berbicara dan tanya jawab dengan Malaikat. Bahkan Nabi dapat menceritakan segala pengalamannya dengan sempurna (lengkap) kepada sahabat-sahabatnya setelah kembali dari perjalanan Isra dan Mikraj-nya.
Peristiwa operasi jiwa yang halus yang dilakukan oleh Malaikat, karena Nabi Muhammad Saw, akan menghadap kepada Yang Maha Halus; Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
(Diadaptasi Dari Berbagai Sumber Kisah Isra Mikraj)
*Penulis lepas tinggal di Perum Satelit Kota Sumenep