Mahkamah Agung dan Matinya Keadilan Substansial

Ahmad Farisi

Senin, 14 Maret 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan kasasinya terkait banding yang diajukan oleh Edhy Prabowo, eks Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi terdakwa kasus korupsi ekspor benur.

Dalam putusannya, MA memangkas hukuman penjara Edhy dari 9 tahun menjadi 5 tahun. Dan, pencabutan hak politiknya dari 3 tahun menjadi 2 tahun.

Alasan utama MA memberikan keringanan kepada Edhy karena selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy dinilai sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan besar kepada nelayan.

Dan, dalil meringankan inilah yang kata MA tidak diperhatikan oleh hakim tingkat banding dalam memutus perkara Edhy Prabowo.

Koreksi yang dilakukan MA atas putusan pengadilan di bawahnya, tentu sah-sah saja. Karena itu memang kewenangannya.

Namun, sebagai pengadilan tinggi negara, yang punya tanggung jawab fungsional dan moral untuk mengawal tegaknya keadilan substansial di negeri ini, mengapa MA mengeluarkan putusan kasasi yang picang dan mencederai keadilan?

Padahal, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinery crym). Oleh karena itu, dalam mengoreksi putusan hakim yang diajukan banding kepadanya, MA seharusnya mampu membaca masalah itu secara lebih utuh.

Baca Juga :  Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Sehingga, putusan kasasi yang dikeluarkannya tidak kontradiktif dengan semangat penegakan hukum lembaga-lembaga peradilan di bawahnya.

Putusan kasasi MA terkait banding yang diajukan Edhy itu sangat kontras dengan semangat pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang sedang kita lakukan.

Tidak seperti namanya, ‘Mahkamah Agung’, dalam kasus ini MA tidak mampu menghasilkan putusan ‘agung’, dan ‘adiluhung’.

Baca Juga :  Melawan Kelinglungan

Alih-alih menciptakan keadilan substansial, justru MA dalam putusannya memperlihatkan keberpihakan pada koruptor; sesuatu yang sangat kita sayangkan.

Anasir-anasir politik terasa begitu kental mewarnai putusan itu. Bahkan, juga tampak sangat mendominasi dalam hal pengambilan putusan.

Hukum nampak menyesuaikan diri dengan strata sosial dan posisi politik si subjek hukum (Donald Black, 1976: 23). Yang dalam hal ini adalah Edhy Prabowo.

 

 

Berita Terkait

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam
Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan
Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Membenahi Institusi Kepolisian Kita
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir
Kepada Siapa Kepala Daerah Tunduk?
Hidup pada Bulan Ramadan Tetapi Tidak Terampuni Dosanya?
Menanti Kenegarawanan Presiden

Berita Terkait

Selasa, 22 April 2025 - 16:51 WIB

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:12 WIB

Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Selasa, 11 Maret 2025 - 05:00 WIB

Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital

Sabtu, 8 Maret 2025 - 19:28 WIB

Membenahi Institusi Kepolisian Kita

Senin, 3 Maret 2025 - 04:13 WIB

Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Berita Terbaru

Jubir Fraksi PKB Sumenep, dr. Virzannida menyampaikan berkas usulan hasil serap aspirasi masa reses II kepada Ketua DPRD Sumenep, H. Zainal Arifin dalam Rapat Paripurna, Rabu 23/4/2025

Daerah

Fraksi PKB Sumenep Ajukan 23 Usulan Pada Rapat Paripurna

Rabu, 23 Apr 2025 - 19:00 WIB

Masa Reses II Usai, DPRD Sumenep Gelar Rapat Paripurna, Rabu 23/5/2025

Daerah

Masa Reses II Usai, DPRD Sumenep Gelar Rapat Paripurna

Rabu, 23 Apr 2025 - 13:00 WIB