Farisi Aris*
Belum lama ini kita memperingati Hari Santri Nasional (HSN), salah satu hari penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan, tanggal 28 Oktober nanti kita juga akan memperingati Hari Sumpah Pemuda. Sebuah hari yang kita peringati sebagai momen di mana para pemuda dan pemudi berkumpul mengukuhkan persatuan kebangsaan untuk kemerdekaan.
Peringatan hari santri dilakukan setiap tanggal 22 Oktober. Penetapan 22 Oktober sebagai hari santri merujuk pada Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asáry pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad adalah maklumat penting yang membangkitkan semangat perjuangan santri. Dalam maklumat Resolusi Jihad itu ditegaskan bahwa menjaga kemerdekaan bangsa adalah jihad fisabilillah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti peringatan hari santri yang dilakukan setiap tanggal 22 Oktober, peringatan sumpah pemuda setiap tanggal 28 Oktober juga punya arti penting bagi bangsa ini. Sebab, sumpah pemuda adalah fase sejarah di mana putra-putri Indonesia berikrar mengucapkan sumpah keindonesiaannya. Yang pada fase selanjutnya sumpah keindonesiaan itu menjadi tonggak penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Secara historis, lahirnya Sumpah Pemuda bermula dari Kongres Pemuda II yang digagas oleh Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan dihadiri oleh organisasi pemuda. Di antaranya, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi (Zulfa, 2021).
Pada saat itu—27 – 28 Oktober 198, di Batavia—para pemuda dan pemudi yang berasal dari latar sosial dan budaya yang berbeda-beda itu mengucapkan sumpah keindonesiaannya. Bahwa sebagai putra-putri Indonesia mereka bersumpah: bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Istilah “sumpah pemuda” sendiri tidak muncul dalam keputusan kongres pemuda-pemudi yang diselenggarakan pada 27 – 28 Oktober itu. Istilah “sumpah pemuda” itu baru muncul belakangan. Tepatnya pada tanggal 16 Desember 1959 saat Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No. 316 Tahun 1959 yang menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Akan tetapi, terlepas dari jejak historis Hari Sumpah Pemuda itu, satu hal yang patut kita garis bawahi dalam hal ini adalah peran pemuda itu sendiri. Dari sumpah pemuda ini, kita menemukan sebuah ornamen sejarah yang menunjukkan bahwa pemuda dan pemudi memiliki peranan dan kontribusi penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah berabad-abad dijajah.
Selain itu, adanya sumpah pemuda yang diucapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada kongres pemuda pada 27 – 28 Oktober 1928 di Batavia itu juga menegaskan bahwa pemuda memegang peranan kunci dalam kemajuan suatu bangsa dan negara. Kongres pemuda yang kini dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda adalah bukti bahwa kaum muda mampu survive di tengah kedaruratan.
Sebab itu, adalah wajar bila dalam salah satu pidatonya, Presiden Soekarno mengungkapkan kekaguman yang luar biasa kepada kaum muda. Kata Bung Karno, “Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kata-kata Bung Karno ini secara semantik menunjukkan bahwa pemuda memiliki energi dan kekuatan luar biasa yang bisa memantik perubahan revolusioner.
Akan tetapi, terlepas dari semua itu, antara peringatan HSN yang sudah kita lakukan dan peringatan Sumpah Pemuda yang akan kita peringati pada dasarnya memberi kita pelajaran yang sama, yakni tentang arti penting membela dan memperjuangkan kemerdekaan. Antara semangat HSN dan semangat Sumpah Pemuda semuanya sama-sama berangkat dari semangat anti-penjajahan.
Karena itu, meski pada dasarnya geneologi Sumpah Pemuda (1928) telah lebih dulu ada sebelum adanya Resolusi Jihad (1945) yang kini kita peringati sebagai hari santri, keduanya harus kita refleksikan secara berkesinambungan. Sebab keduanya sama-sama lahir dari rahim anti-kolonialisme; keduanya lahir dari rahim biologis yang sama, yakni keindonesiaan dan identitas kebangsaan.
Adanya peringatan hari santri setiap 22 Oktober dan peringatan sumpah pemuda setiap tanggal 28 Oktober harus sama-sama kita jadikan modal moral untuk selalu menjaga keutuhan bangsa. Dalam perspektif sumpah pemuda, bersatu-padu menjaga keindonesiaan adalah keharusan. Sedangkan dalam perspektif Resolusi Jihad, menjaga keindonesiaan adalah jihad fisabilillah.
Karena itu, dalam kehidupan kontemporer, kandungan moral yang ada dalam dua fase sejarah itu harus sama-sama kita pandang sebagai dua warisan berharga. Sejumlah masalah yang dihadapi Indonesia kini masih bertumpukan. Karena itu, sumpah pemuda dan semangat jihad santri itu penting untuk kita hadirkan kembali dalam kehidupan masa kini, dalam bentuk yang paling aktual.
*) Farisi Aris, penulis lepas, mukim di Yogyakarta