Dua Nabi yang Istri dan Anaknya Menjadi Ahli Neraka

Redaksi Nolesa

Jumat, 15 Agustus 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

(for NOLESA.COM)

(for NOLESA.COM)

Oleh | Sujono

MIMBAR, NOLESA.COM – Allah Swt. berfirman; “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shaleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)” (QS: At-Tahriim: 10).

Apakah yang dapat kita renungkan dari kisah Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihissalam?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keduanya adalah Nabi yang Allah Ta’ala berikan kemuliaan amat tinggi. Keduanya adalah Rasul, orang yang diutus Allah ‘Azza wa Jalla, untuk menyampaikan risalah agar orang-orang yang ingkar kepada Allah Ta’ala, menjadi manusia beriman. Dan seorang Nabi, akhlaknya pasti terjaga, imannya sudah jelas luar biasa, dan ibadahnya tak perlu kita ragukan.

Mereka berdua adalah manusia pilihan sepanjang zaman. Jangan tanya soal kesungguhan keduanya ‘alaihissalam bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak mungkin seorang Nabi lemah ibadahnya dan rapuh keyakinannya. Tidaklah mereka berdo’a kepada Allah Ta’ala, melainkan sepenuh keyakinan dan amat besar pengharapannya.

Baca Juga :  [Meng]apa Filsafat itu Penting?

Tetapi itu semua tak mencukupi untuk mengantarkan anak-anak mereka agar menjadi manusia beriman. Kita belajar dari sejarah agama ini betapa putra kedua Nabi ‘alaihissalam ini, justru termasuk ahli neraka dengan siksa yang pedih dan kekal. Na’udzubillahi…

Sahabat…

Betapa kita amat perlu bersungguh-sungguh mendidik anak-anak kita dan menghindarkan mereka sejauh-jauhnya dari siksa neraka. Sedangkan seorang Nabi pun tak sanggup mengelakkan anaknya dari siksa neraka jika tak ada iman di hati orang yang amat dicintai tersebut.

Ayat di atas secara jelas menunjukkan kepada kita betapa khianatnya seorang istri akan meruntuhkan bangunan iman di rumah kita, meski kita tak putus-putus berdakwah dan tak lelah menyampaikan risalah-Nya.

Segenggam iman anak kita akan terlepas begitu saja jika istri tak satu kata dengan suami. Ayahnya memang beriman, tapi ibu yang setiap saat mendekap dan mengasuhnya terlepas dari iman, sehingga anak pun tak sanggup menggenggam iman kepada Allah Ta’ala.

Ibu Madrasah Pertama…

Baca Juga :  Berebut Tiket Cawabup Fauzi

Ibu adalah sekolah pertama dan utama. Ibu memiliki peran sentral dalam pendidikan anak, terutama di awal-awal kehidupan sang anak. Ibu adalah guru pertama yang memberikan dasar pengetahuan, nilai-nilai, dan pembentukan karakter anak.

Ibu juga menjadi sosok yang mengenalkan anak pada ajaran agama, nilai-nilai spiritual, dan praktik ibadah. Ibu menjadi teladan bagi anak dalam bersikap, bertutur kata, dan berinteraksi dengan orang lain. Ibu memiliki tanggung jawab besar dalam membangun pondasi awal kehidupan anak. Kualitas generasi penerus bangsa sangat dipengaruhi oleh peran dan pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu.

Kata penyair Arab; “Ibu adalah sekolah utama (bagi anaknya), Bila engkau mempersiapkannya, Maka engkau mempersiapkan generasi terbaik.”

Seperti penggalan puisi IBU karya D. Zawawi Imron…

Ibu adalah gua pertapaanku

Dan ibulah yang meletakkan aku di sini

Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang

Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala

Sesekali datang padaku

Baca Juga :  Konstitusionalitas Jabatan Guntur Hamzah Pasca Putusan MK

Menyuruhku menulis langit biru

Dengan sajakku…

Kata Zawawi Imron di atas panggung terbuka dengan lantang berseru…

“Kalau di dunia ini ada hutang yang tidak sanggup dibayar; adalah hutang anak kepada ibunya.”

Sahabat…

Secara sederhana, jika anak-anak memiliki kedekatan emosi yang kuat dengan kita dan melihat kita sebagai sosok yang mengagumkan, mereka akan berusaha meniru dan menjadikan kita sebagai panutan.

Pun demikian dengan guru, jika anak melihat guru sebagai figur yang layak dipercaya dan dihormati, pengaruh guru akan kuat.

Karenanya, orangtua dan guru memiliki tugas untuk saling menguatkan kepercayaan anak terhadap keduanya.

Orangtua menumbuhkan kepercayaan, penghormatan dan ikatan emosi anak terhadap guru. Sementara guru semenjak awal menanamkan kepercayaan, kecintaan dan keinginan untuk senantiasa berbuat kebajikan kepada kedua orang-tuanya (birrul walidain).

Kuatnya pengaruh orangtua dan guru bukan berarti anak tak dapat bergaul dengan temannya. Bukan. Tetapi anak lebih mampu menyaring sesuai nilai yang ia terima dari orangtua atau guru. Ia pun dapat menjadi sumber pengaruh kebaikan bagi temannya. Wallahu a’lam…

*penulis lepas tinggal di Perum Satelit, Sumenep

Berita Terkait

Menggali Kekuatan Jiwa
Muhasabah: Belajar Menggali Kekuatan Jiwa
Abu Ustman Al-Hiri: Menjaga Getar Perasaan Wanita
Krisis Nepal: Pelajaran untuk Indonesia
Klarifikasi dan Luka Sosial
Saatnya Negara Berbenah
Protes Publik dan Pemerintah yang Gagal Paham
Seleksi Calon Hakim Konstitusi dan “Tafsir Sesat” DPR

Berita Terkait

Jumat, 24 Oktober 2025 - 12:52 WIB

Menggali Kekuatan Jiwa

Jumat, 26 September 2025 - 13:55 WIB

Muhasabah: Belajar Menggali Kekuatan Jiwa

Jumat, 19 September 2025 - 07:54 WIB

Abu Ustman Al-Hiri: Menjaga Getar Perasaan Wanita

Kamis, 11 September 2025 - 06:14 WIB

Krisis Nepal: Pelajaran untuk Indonesia

Senin, 8 September 2025 - 20:16 WIB

Klarifikasi dan Luka Sosial

Berita Terbaru