Catatan Pengujung Tahun 2024

Redaksi Nolesa

Selasa, 31 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Abd. Kadir (foto: dok. pribadi)

Abd. Kadir (foto: dok. pribadi)

Oleh Abd. Kadir*


Akhir tahun 2024 telah menghadirkan letupan energi tersendiri bagi saya: energi berliterasi bersama orang-orang hebat, bersama murid dan guru yang luar biasa. Beberapa momentum bersama mereka pula, telah mengantarkan pikiran saya menjelajah ke masa lalu ketika masih menjadi guru.

Pertama, di tanggal 30 November saya didaulat menjadi salah satu juri lomba membaca berita tingkat SD/MI yang diadakan Komunitas Kata Bintang Sumenep. Saat itu saya bersama Mbak Ani Purnama dari RRI Sumenep.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada acara pengumuman pemenang lomba, ada fenomena menarik yang tersaji di depan mata. Ada tangis histeris para siswa yang namanya diumumkan sebagai juara lomba. Sambil menangis, para siswa ini memeluk guru mereka. Anak-anak perempuan itu memeluk ibu yang menjadi guru pendamping lomba dengan penuh kasih sayang. Terlihat ada ikatan emosional yang cukup deka antara guru dengan muridnya.

Saya hanya berpikir, bahwa sepertinya ikatan batin inilah yang telah menjadi kekuatan bagi si anak untuk bisa meraih juara. Betapa mereka mendapat motivasi dan energi yang luar biasa dari kasih sayang guru-guru pembimbing mereka.

Baca Juga :  Diklat Menulis Artikel

Lagi-lagi saya berpikir, di sinilah kekuatan mendidik dengan cinta itu. Cinta seorang ibu kepada anak-anaknya. Cinta seorang guru kepada murid-muridnya.

Dipahami bahwa mendidik dengan cinta adalah pendekatan yang mengutamakan kasih sayang, perhatian, dan penghargaan terhadap individu yang sedang dididik, baik itu anak-anak, remaja, atau bahkan orang dewasa. Di sini, seorang guru yang dalam mendidik dengan cinta akan menciptakan hubungan yang penuh empati, saling percaya, dan penuh pengertian, tanpa mengandalkan kekerasan atau pemaksaan. Dalam konteks ini, guru atau orang tua berusaha untuk memahami perasaan dan kebutuhan anak atau siswa, serta memberi dukungan yang diperlukan untuk perkembangan emosional dan intelektual mereka.

Mendidik dengan cinta ini bisa menciptakan ikatan yang lebih kuat dan positif antara guru/orang tua dan anak/siswa, serta membantu membangun karakter dan moral yang lebih baik pada individu yang sedang dididik. Kedekatan anak dengan guru yang saya lihat dalam sesi pengumuman lomba itu adalah bukti nyata bahwa kekuatan cinta seorang guru sangatlah luar biasa, dan telah mengantarkan anak-anak mereka menjadi juara.

Baca Juga :  100 Hari Kepemimpinan AHY sebagai Menteri ATR/BPN

Kedua, di tanggal 9 Desember saya diundang menjadi pembedah dalam acara Bedah Buku guru-guru yang tergabung dalam GTK Writing Camp, Dinas Pendidikan Kab. Sumenep. Bedah bukunya bagi saya unik, karena saya diminta membedah 15 buku dalam dalam satu episode. Saya diberi waktu 5 hari untuk membaca 15 buku yang akan dibedah. Artinya, setiap hari saya “diwajibkan” membaca 3 buku. Sungguh kerja keras dan kerja cerdas yang harus saya lakukan untuk kesuksesan acara ini. Meskipun tidak seekstrem Pangeran Bandung Bondowoso, yang harus mengamini permintaan Putri Roro Jongrang utuk membangun seribu candi dalam waktu semalam, tetapi bagi saya, fenomena ini cukup menguras tenaga dan pikiran. Tetapi, sebagai apresiasi saya kepada para penulis ini, dengan segala keterbatasan waktu itu, saya mencoba untuk membaca secara intensif 15 buku yang ada. Walhasil, alhamdulillah acara bisa terselenggara dengan baik.

Baca Juga :  Isu Politisasi Hukum dan Marwah Penegakan Hukum Kita

Ketiga, di tanggal 30 Desember saya diundang untuk menjadi juri dalam ajang Innovative Teacher Award Tahun 2025, Kantor Kementerian Agama Kab. Sumenep. Saya diminta untuk menilai presentasi karya 6 nominator terbaik jenjang guru madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Kembali ingatan saya dipaksa untuk menelusuri kilas balik sejarah yang pernah saya lalui sebagai seorang guru. Saat saya masih dengan semangat berapi-api bersama-sama anak-anak didik saya berburu berbagai lomba: tingat siswa dan tingkat guru, dengan spirit yang diusung saat itu, “penganten juara”: gurunya juara, siswanya pun juara. Bagaimana saya beradu argumentasi dengan para juri pada saat presentasi. Ah, pengembaraan pikiran yang begitu asyik. Sampai akhirnya saya tersadar bahwa saya bukan lagi peserta.

Sungguh momentum yang telah menghadirkan energi bagi saya untuk tetap konsisten dalam berliterasi. Membangun literasi dari semua sisi, bersama para peserta didik dan guru-guru yang literat. Semoga!

*) Pembina Komunitas Kata Bintang

Berita Terkait

Halalbihalal
Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita
Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah
Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam
Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan
Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Membenahi Institusi Kepolisian Kita
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 20:03 WIB

Halalbihalal

Jumat, 25 April 2025 - 10:23 WIB

Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita

Jumat, 25 April 2025 - 07:30 WIB

Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah

Selasa, 22 April 2025 - 16:51 WIB

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:12 WIB

Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Berita Terbaru

Nasional

Menuju World Book Capital: Kolaborasi Literasi di Yogyakarta

Minggu, 18 Mei 2025 - 10:07 WIB

Presiden Prabowo ditemani Mentri Amran di sebuah lahan pertanian (foto: ist)

Nasional

Di Era Presiden Prabowo, Serapan Beras Tertinggi dalam 58 Tahun

Selasa, 13 Mei 2025 - 07:32 WIB

for NOLESA.COM

Opini

Pesantren di Era Digital: Sebuah Catatan Sederhana

Minggu, 11 Mei 2025 - 11:04 WIB