Yogyakarta, NOLESA.COM- Apa yang dimaksud dengan kaum sofis dan kenapa kerap kali mereka mendapat stigma negatif dari kebanyakan?
Kaum Sofis merupakan kelompok filsuf pada abad ke-5 hingga ke-4 SM di Yunani Kuno yang dikenal dengan kecenderungan mereka untuk mengutamakan kebijaksanaan dan pengetahuan atas segala hal.
Mereka dianggap sebagai tokoh yang menonjol dalam mengembangkan pemikiran filosofis, namun, sering kali, kaum Sofis juga mendapatkan stigma negatif dalam sejarah pemikiran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Stigma ini berkembang sebagai pandangan buruk terhadap mereka yang menggambarkan kaum Sofis sebagai individu yang bersifat opportunistik dan tidak memiliki komitmen terhadap nilai-nilai moral atau kebenaran mutlak.
Para Sofis terkenal dengan keahlian retorika dan keterampilan berbicara mereka, yang mereka ajarkan kepada orang lain dalam bentuk kursus-kursus pembelajaran.
Mereka meyakini bahwa keberhasilan dalam kehidupan tergantung pada kemampuan seseorang untuk meyakinkan dan memengaruhi orang lain melalui kata-kata.
Namun, pandangan ini sering kali dianggap sebagai manipulatif dan mencurigakan oleh sebagian kalangan.
Kaum Sofis, dengan fokus pada retorika, sering disalahartikan sebagai individu yang hanya tertarik pada kepentingan pribadi dan tidak memiliki prinsip moral yang tetap.
Salah satu tokoh Sofis yang paling terkenal adalah Protagoras, yang terkenal dengan pernyataannya “Man is the measure of all things” yang diterjemahkan sebagai “Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.”
Pernyataan ini mencerminkan pandangan relativisme moral yang menjadi sorotan kritik terhadap kaum Sofis.
Mereka dianggap mengajarkan bahwa nilai dan norma tidak bersifat tetap dan bergantung pada pandangan atau interpretasi individu.
Hal ini menyebabkan mereka dianggap sebagai agen kebingungan moral yang dapat mempengaruhi masyarakat ke arah yang tidak stabil dan tidak pasti.
Distigma negatif terhadap kaum Sofis juga terkait dengan pandangan skeptis mereka terhadap pengetahuan mutlak.
Mereka seringkali menekankan bahwa kebenaran bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan konteks atau pandangan subjektif.
Pandangan ini menuai kritik karena dianggap merongrong fondasi nilai dan kebenaran yang tetap, yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat.
Skeptisisme ini menciptakan persepsi bahwa kaum Sofis tidak dapat diandalkan dalam mempertahankan nilai-nilai inti dan kebenaran objektif.
Selain itu, praktik-praktik kaum Sofis yang melibatkan pembayaran atas kursus retorika dan pengajaran etika juga menjadi faktor penyebab distigma negatif.
Beberapa di antara mereka dituduh memanfaatkan kebutuhan orang-orang yang ingin meningkatkan keterampilan berbicara mereka untuk keuntungan pribadi.
Hal itu menyebabkan persepsi bahwa kaum Sofis lebih memprioritaskan aspek komersial daripada misi filosofis mereka.
Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua anggota kaum Sofis memiliki motivasi yang sama, dan generalisasi terhadap seluruh kelompok dapat menjadi ketidakadilan.
Beberapa Sofis, seperti Gorgias, menekankan keindahan dan kekuatan retorika sebagai sarana untuk mencapai kebenaran, bukan hanya sebagai alat manipulasi.
Oleh karena itu, untuk memahami kaum Sofis secara utuh, penting untuk mempertimbangkan keragaman pandangan di dalam kelompok ini.
Penting juga untuk mengakui kontribusi positif kaum Sofis terhadap perkembangan pemikiran filosofis.
Mereka membawa pemikiran dan metode baru ke dalam dunia filsafat, membuka jalan bagi perdebatan dan refleksi lebih lanjut tentang sifat pengetahuan, etika, dan retorika.
Namun, terlepas dari stigma negatif, kaum Sofis memberikan kontribusi penting terhadap evolusi intelektual dan budaya Yunani Kuno.
Penulis : Susi Rukmini
Editor : Ahmad Farisi