Negara Indonesia adalah negara yang dimulai dari Sabang sampai Meraoke yang mana pendudduknya memiliki suku, bahasa, budaya dan agama yang berbeda. Terdapat enam agama yang sudah diakui dan hidup berdampingan dalam lingkungan masyarakat dengan menghargai nilai yang dianut satu sama lain.
Enam agama yang sudah diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Mengapa sikap moderasi beragama itu sangat penting di Indonesia? Sebelum melihat pentingnya sikap moderasi beragama, maka ada baiknya penting memahami lebih dahulu pengertian moderasi beragama itu sendiri.
Dari segi bahasa moderasi memiliki korelasi dengan berbagai istilah. Dalam bahasa Inggris sendiri kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pula yang mengungkapkan dengan kata moderator yang berarti ketua, pelerai, penengah. Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata “moderasi” berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata tersebut merupakan serapan dari kata moderat yang berarti sikap menghindar dari perilaku atau pengungkap yang ekstrem kanan maupun kiri dan kecenderungannya ke arah jalan tengah.
Sedangkan kata moderator yang tadi udah disebutkan berarti orang yang bertindak sebagai penengah, pimpinan sidang yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau forum pendiskusian masalah.
Dalam bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut waasith.
Jika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, akan menjadi moderasi beragama. Maka istilah tersebut akan mengerucut pada sikap mengurangi kekerasan, menghindari keekstreman dalam praktik beragama.
Penggabungan kedua kata itu akan menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menjauhi perilaku dan perbuatan yang radikalisme dan selalu ikhtiar jalan tengah yang bisa menyatukan dan berbarengan dengan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa Indonesia.
Kata moderasi jika dianalogikan ibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat (centripetal), sedangkan ekstremisme bergerak sebaliknya menjauhi pusat, menuju sisi tertular dan ekstrem.
Ibarat bandul jam, ada gerak yang dinamis, tidak berhenti di satu sisi luar secara ekstrem, melainkan bergerak menuju ke tengah-tengah. Analogi tadi dalam konteks beragama, sikap moderat dengan demikian adalah pilihan untuk memiliki cara pandang, sikap, perilaku, di tengah-tengah di antara pilihan ekstrem yang ada, sedangkan ekstremisme beragama adalah cara pandang sikap dan perilaku yang melebihi batas-batas moderasi dalam pemahaman dan praktik beragama.
Oleh karena itu moderasi beragama bisa dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil dan tidak ekstrem dalam beragama.
Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian atau caci maki dan hoaks, terutama yang disandarkan atas nama agama, adalah sifat kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik, tidak perlu dan harus di jauhi.
Dalam praktiknya di masyarakat moderasi bisa diwujudkan dari berbagai sudut pandang agama. Dalam Islam dapat dilihat dari pemahaman Islam secara komprehensif, keseimbangan antara ketetapan syariah dan perubahan zaman, dukungan kepada kedamaian dan penghormatan nilai-nilai kemanusiaan, pengakuan akan pluralitas agama, budaya dan politik dan pengakuan akan hak-hak minoritas.
Golongan Kristen Protestan pula ditemukan dalil tentang moderasi beragama terdapat dalam surat matius, 22 : 33-40 yang berbunyi: “Jawab Yesus kepadanya, Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Demikian juga dalam agama Katolik terdapat sumber moderasi beragama: “Supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka” (NA.2).
Dalam ajaran Hindu juga ada tuntunan moderasi beragama: “Dia yang melihat seluruh makhluk dalam dirinya sendiri. Dan menemukan refleksi dari dirinya sendiri dalam semua makhluk, tidak pernah memandang rendah siapa pun” (Yajur Weda XL. 6).
Demikian halnya agama Budha menyatakan: “Cita-cita agama adalah isyo jobutsu dan kosenrufu, yang berarti kebahagiaan seluruh makhluk dan membahagiakan seluruh makhluk.”
Ajaran cinta kasih dalam Konghuchu menguatkan adanya paham moderasi, yaitu: “Mengendalikan diri sendiri pulang kepada kesusilaan, itulah Cinta Kasih” [Sabda Suci, XII:1:1] . “Seorang yang berperi Cinta Kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain-pun tegak. Ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain-pun maju.” [Sabda Suci, VI:30]. “di tempat penjuru lautan, semuanya bersaudara” [Sabda Suci, XII: 5].
Semua agama-agama yang resmi Indonesia yang satu per satu dikutip di atas, lebih menguatkan lagi kepada kita semua bahwasanya tidak satu agama pun yang tidak saling menyayangi antarsesama manusia.
Ini menunjukan esensi dari agama yaitu saling menyayangi sesama manusia. Namun demikian, kita harus selalu tetap waspada. Salah satu ancaman terbesar yang bisa memecah belah sebuah bangsa adalah konflik yang berlatar belakang agama, terutama yang disertai dengan aksi-aksi kekerasan.
Mengapa seperti itu? Karena agama, apa pun dan di mana pun, memiliki sifat dasar keberpihakan yang sarat dengan muatan emosi, dan subjektivitas tinggi, sehingga hampir selalu melahirkan ikatan emosional pada pemeluknya. Bahkan bagi pemeluk fanatiknya, agama merupakan benda suci yang sakral, angker, dan keramat.
Alih-alih menuntun pada kehidupan yang tenteram dan menenteramkan, fanatisme ekstrem terhadap kebenaran tafsir agama tak jarang menyebabkan permusuhan dan pertengkaran di antara mereka.
Ini juga bisa menimpa berbagai kelompok atau mazhab satu agama yang sama. Awal konflik ini dilatarbelakangi sikap saling menyalahkan tafsir dan pemahaman keagamaan yang merasa benar sendiri serta tidak terbuka dari pada tafsir dan pandangan keagamaan orang lain.
Untuk mengelola permasalahan yang bisa terjadi di Indonesia, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan sikap moderasi beragama, menghargai keagamaan tafsir, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindakan kekerasan.
Contoh moderasi beragama yang bisa dilakukan di masyarakat yang berbeda agama dengan cara menjaga ketertiban tempat rumah ibadah umat beragama, membantu sesama masyarakat tanpa memandang latar belakang agama, dan tidak mengahalangi umat agama lain beribadah.
Menjawab pertanyaan yang di atas tentang mengapa sikap moderasi beragama itu sangat penting di Indonesia? Secara umum jawabannya adalah sikap moderasi beragama bisa menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama.
Jadi, moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan bernegara. Yakinlah bahwa bagi kita, bagi bangsa Indonesia, beragama pada hakikatnya adalah ber-Indonesia dan ber-Indonesia itu pada hakikatnya adalah beragama.
Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang rukun, harmonis, damai, toleran, serta taat konstitusi, sehingga kita bisa benar-benar menggapai cita-cita bersama menuju Indonesia maju.
Untuk itu, melalui moderasi beragama, mari kita jaga persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia ini, yang telah diperjuangkan dengan penuh darah pengorbanan, termasuk oleh tokoh dan umat beragama, para pahlawan kita.