Suratan di Hari Akbar
Allahu Akbar
Wa Lillah Ilham…
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di hari yang haji, kami dibuat mendengus
Betapa kami ingin merdeka dan melegakan tubuh
Biarkan, keagaan kami yang kemarau
Serta segala musabab parau
Dielus embus angin-Mu. Terisak dosa kami
Sepanjang tawaf, dilihatnya helai-helai rambut
Berjatuhan ke tanah (yang kelak tubuh kembali ke tanah pula)
Bertanda, bahwa seluruh kami adalah-Mu
Yang tersimpan di hati orang lain, dan saban hari
Kita merasa geli untuk saling memiliki.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar…
Di hari yang kurban, kami belajar menimang dada
Serupa Ibrahim-Ismail di Mina, betapa kami harus menajamkan
Segala gusar dan melapangkannya pada-Mu:
Maha besar Allah atas tubuh kami.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar…
Di hari yang Kurban, halaman tempat melagukan
Kemesraan pada tembakau, padi, juga anak-anak kami.
Tempat, di mana kali ini kami bermunajat
Atas kabar keresahan yang makin memanjat
Dan kami terkungkung, hati dan kepala jaga jarak,
Kemacetan pindah perlahan ke otak, lalu kami
Memilih berdiam diri, meratapi kabar yang saban hari
Makin pandemi.
Allahu Akbar
Wa Lillah Ilham…
Sungguh, Maha Puisi Engkau
Betapa keindahan-Mu kami buang sia-sia
Hingga bumi memuisikan lukanya.
21 Juli 2021.
Kepada Perempuan yang Berkurang Usianya
Di hari ke sekian, hawa telah ikrar engkau
Sebagai perempuan pukau:
Bagaimana pula kaurawat payudara
Yang tak hentinya meletuskan percintaan?
“bukan berat meletakkan gincu
Agar bisa berjarak antara rindu dan nafsu”
Katamu.
Di usia yang ke sekian, bibir itu
Merah, bisa juga warna darah
Ketika orang yang memperjuangkan kalah
Membikin kemerdekaannya bernanah
Jangan kau ukir kemenangan matamu.
Bisa jadi, di luar banyak mata meloroti pahamu, melihat
Lengkung pinggangmu yang makin hari tambah berisi
Menjadikan si mata jalang berambisi.
Di hari lahirmu yang ke sekian
Kutang merah jambu akan berubah ukuran
Makin telanjang pula kepalamu
Membaca surat puitis dari mata borjuasi
Mungkin, akan mentereng bagimu, bila
Baju-baju dikecilkan, bibir lebih memerah
Serta payudara makin gagah.
Di usiamu yang berkurang
Segalanya lebur dalam pikiran
Seperti pertama kali kau menerima lelaki
Untuk berlindung di dadamu.
Di jalan mana kelak dirimu kutemukan?
Mata Pena, 23 Juli 2021.
Kekosongan Diri
Saban subuh, Tuhan menggigit mata
Kias-kias tasbih menghitung butir embun
Supaya pagi memanggil bunga-bunga
Kendati diri menimba racun
Senja membikin sunyi bertabuh
Kala segalanya melambai pulang
Sampai tulah merasuki tubuh
Kesesakan menjalar lapang
Suara menebas malam sunyi
Kekuatan doa mengalir suci
Surplus sesal tumbuh murni
Kealpaan diri pada ilahi.
Mata Pena, 28 Juli 2021.
Puisi Pandemi
Tanggal-tanggal adalah minggu tanpa pacar
Kota tambah hari makin puisi
Tubuh luruh memintal waktu
Mengeja tiap-tiap bait sunyi
Praktikan pelatihan kematian mental.
Agustus 2021.
Kota Parlemen
Kota mendidik pelacur untuk melolong
Seperti serigala putih gesit
mendaki pegunungan berbatu
Menyetubuhi malam, menaikkan dada
Melantang menantang seisi kota.
Sementara aku sembunyi di ketiak ibu yang tertidur
Tampak di balik jendela, penderitaan begitu purnama.
Agustus 2021.