Bersin Seorang Laki-laki
Aku mendengar bersin seoarang laki-laki
Tapi dia tidak disini
Mungkin dalam malang sunyi
Bersinya melubangi dinding ruangan
Kemudian pikiran
Lalu membentuk sebuah sketsa dalam kepala:
Mata dengan bulu-bulu burung gereja
Hidung seanggun pegunungan Himalayah
Bibir tempat sebuah sungai kandas
Namun madu menetes melubangi batu-batu cadas
Wahai, apakah setampan ini bentuk bersin itu!
Ruang BK, 2024
À propos de Ibadillah
Ibadillah berkata
perempuan adalah marabahaya
Ia laut selatan dengan ombak terbahak malam-malam
Dan kerap mengirim badai,
Juga seorang awak kapal yang jarum kompasnya patah di hantam gelombang
Saat ia sedang bersemadhi di tepi pantai.
“perempuan itu marabahaya”
Mantranya berkali-kali
Tapi toh dia pun lahir dari rahim perempuan
Dan menyusu dengan nikmat
Sampai dia menjadi petapa di tepi pantai
Lalu jika hari ini laut yang perempuan itu
Hendek menyusu kembali
Kenapa dia enggan memberi?
Lubangsa Putri, 22 Januari 2024
Parler de la lune avec Ibadillah
“Ulurkan tangamu kelangit
Regut bulan yang suram itu”
Katamu di suatu malam
Saat kendaraan-kendaraan terpaksa melaju
Dan dingin udara melubangi dadaku
Aku tak pernah berminat mengubah wajah bulan
Sebab temaram hanya tercipta dalam lorong tubuhku
Orang-orang juga tak perduli
Entah bulan redup sekalipun mati
Hanya kita__atau mungkin aku saja
Seringkali mempersoalkan bulan
Bulan yang meleleh di kelam malam.
Padahal hari ini bulan terbit di mana-mana
Orang-orang juga sering mendagangkan bulan
Bulan yang hanya jadi bahan percekcokan
Lubangsa Putri, 2024
Betapapun ia Selalu Kesal
Saat harus memoles bibir seorang Perempuan
Yang dari mulutnya anjing-anjing berloncatan:
Mencakar bulan
Merobek matahari
Mengacak musim
Dan dunia kiamat dalam kalimat “gunjing”
Tapi toh lipstick tetap lipstick
Meski hatinya selalu menolak
Melekat pada bibir-bibir
Yang juga sudah tak jelas rasanya
Entah manis atau asin
Ia tak pernah bisa berpaling dari kenyataan
Tetap menjadi lipstick
Memoles suram nan raib.
Al-Fatihah, 2024
Tentang Masalalu
Masalalu terbahak di belakang kita
Ia bangkit dari sebuah kubur
Yang tak ada padanya doa-doa terapung
Aku bayangkan engaku datang
Dengan segelas cahaya purnama,
Kalung salib yang kau curi dari gereja,
Bawang putih yang sudah suci dari kesumat derita.
Lalu kita bersulang di bawah pohon kamboja
Pohon yang menyerap asin air mta.
Anjay!
Ini hanya bayangan
Masalalu menyekapku
Aku terlempar pada ujung kuburan
Lalu menjadi pelengkap sepasang nisan.
Teater Alfatihah, Desember 2023
Elmira Damayanti, Mahasiwa Universitas Annuqayah, Santri PP. Annuqayah Lubangsa Putri, Asala Giliyang Sumenep Madura, menulis puisi dan cerpen, beberapa karyanya dimuat di media cetak maupun online, antologi bersamanya Hujan Pertama di Bulan Purtama,, Tembi Rumah Budaya 2021.
Editor : Wail Arrifqi