Jakarta, nolesa.com – Anugerah sayembara untuk puisi yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Sejak diumumkannya pada tahun yang lalu di situs dkj.or.id pada April 2021, publik berduyun-duyun untuk tidak ketinggalan dalam sayembara tersebut.
Para peserta hanya memiliki waktu kurang lebih 5 bulan. Rentang antara April-Agustus 2021 tersebut naskah dikumpulkan sebanyak empat rangkap ke kantor Dewan Kesenian Jakarta yang beralamat di Gedung Teater Jakarta lt. 3 Jl. Cikini Raya 73 Jakarta 10330.
Kurang lebih 5 bulan antara Juli-November proses penjurian manuskrip puisi dilakukan oleh tiga orang juri utama yaitu Nezar Patria, Dorothea Rosa Herliany, dan Mario F. Lawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Panitia memberikan perbandingan naskah yang masuk kepada panitia antara 2015 dengan 2021. Pada 2015 naskah yang masuk sebanyak 574 manuskrip. Sementara itu pada 2021 total pendaftar daring sebanyak 696 pendaftar dan total naskah masuk sebanyak 457 manuskrip.
Seperti halnya manuskrip novel, sayembara puisi Dewan Kesenian Jakarta merupakan salah satu lomba paling bergengsi di Indonesia.
“Dengan masyhur, akhirnya kami dewan juri sepakat, naskah-naskah pada sayembara kali ini tidak memberikan kebaruan, inovasi, dan sesuatu yang layak dicatat sebagai kemajuan penting dari tradisi sastra Indonesia. Dan karena itu, memutuskan untuk meniadakan pemenang pertama. Meskipun demikian ada sejumlah naskah yang secara beririsan dipilih oleh para juri dan didiskusikan lebih lanjut,” ucap Nezar Patria pada Rabu (15/12).
“Manuskrip 110 ditulis dengan riset yang memadai terhadap konteks serta mitologi dari berbagai khazanah terutama dari masyarakat kelompok Dawan dan Alkitab juga penelusuran terhadap peristiwa-peristiwa historis dan menjadi catatan kelam bangsa ini. Penulis manuskrip 110 dengan cermat menjahit parabel-parabel Alkitab dengan kisah-kisah lokal, entah peristiwa-peristiwa historis maupun peristiwa mitologis yang beredar di Timor Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur. Sehingga kisah-kisah yang berasal dari kedua khazanah itu membentuk semesta baru dalam puisinya. Puisi-puisi tentang para perempuan dan kehilangan-kehilangan mereka; perempuan yang kehilangan alamnya karena dirampas, dieksploitasi; kehilangan tradisinya karena dipaksa dihegemoni oleh negara dan agama resmi; dan kehilangan rumah surgawinya,” ucap Dorothea Rosa Herliany.
“Selanjutnya, manuskrip 315. Manuskrip 315 adalah manuskrip yang memanfaatkan semesta hutan, tanaman-tanamannya jadi bumbu di dapur, binatang-binatangnya baik yang ada di dalam hutan maupun di sekitar hutan; di sungai: ikan, belut; di jalanan: ada jalur harimau, jalan pintas, jalan lengang, ada suara binatang, gerak para binatang, tempat para binatang seperti liang, lubang, jalur, binatang kecil seperti laron. Semuanya digunakan untuk menyampaikan nasihat, memberi petunjuk, ajaran, anjuran, teguran, peringatan, dan sebagainya. Manuskrip ini adalah puisi-puisi lirik yang di sana-sini memberdayakan unsur naratif. Puisi pembuka dan penutup dalam manuskrip ini mengunci seluruh siasat metaforis di dalam naskah,” lanjut Dorothea Rosa Herliany.

Dalam kesempatan pertanggung jawaban dewan juri tersebut, akhirnya menetapkan dua manuskrip sebagai pemenang kedua yaitu manuskrip 110 yang berjudul Korpus Ovarium: 3 Elegi Kepada Timor karya Royyan Julian dan manuskrip 315 berjudul Sehimpun Nasihat Masuk Hutan karya Fariq Alfaruqi. Dan pemenang ketiga yaitu manuskrip 22 berjudul Sapi dan Hantu karya Dadang Ari Murtono.
Di samping itu, Dewan Juri menyebut beberapa manuskrsip yang menarik perhatian juri meskipun belum sempat menjadi pemenang, yaitu manuskrip 38 berjudul Jauh dari Newton, Mengakses Duka Anne Sexton karya Erni Aladjai, manuskrip 130 berjudul Bertemu Belalang karya Gaudiffridus Sone Usnaat, dan manuskrip 206 berjudul Malala karya Indra Intisa.
Penulis: Siska
Editor: Awam