Oleh Dyah Ayufitria Riskaputri Nandayanti
Keberanian dalam berbicara sering dikaitkan dengan kekuatan karakter seseorang. Banyak orang lebih menghargai individu yang mampu menyampaikan pendapatnya secara terbuka dan tidak memiliki rasa takut. Di sisi lain, berbicara tanpa pemikiran yang matang dapat menunjukkan kelemahan seseorang dalam berbicara. Keberanian berbicara yang tidak didukung oleh pemahaman yang baik dapat menimbulkan kesalahpahaman, konflik, atau hilangnya kredibilitas. Berbicara dengan berani bukan hanya sekedar menunjukkan eksistensi, melainkan mengenai bagaimana menyampaikan gagasan secara efektif dan bermakna.
Pada kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan sosial maupun akademik, keberanian berbicara menjadi faktor penentu keberhasilan seseorang. Harvard Business Review mengemukakan bahwa pemimpin yang memiliki kejujuran yang tinggi dapat membangun kepercayaan diantara anggota timnya dan meningkatkan kinerjanya. Artinya, pemimpin yang mampu berbicara dengan percaya diri dan memiliki argumen yang kuat lebih dihormati oleh timnya. Penelitian lain dari Journal of Personality and Social Psychology menemukan bahwa individu yang sering berbicara tanpa informasi yang akurat cenderung kehilangan kepercayaan dari orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa berani berbicara itu penting, namun harus disertai dengan pemahaman dan kebijaksanaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berani Bicara Tanda Kekuatan
Berani berbicara dapat menjadi tanda kekuatan jika dilakukan dengan alasan yang tepat dan didukung oleh pemikiran yang matang. Keberanian dalam menyampaikan pendapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki kepercayaan diri dan keyakinan terhadap apa yang dikatakan. Hal ini menjadi modal penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam dunia kerja, politik, maupun kehidupan sosial. Misalnya seorang karyawan yang berani menyampaikan ide atau kritikan kepada atasan dan rekan kerja.
Penyampaian ide atau kritikan dengan cara yang tepat dapat meningkatkan penghargaan dari atasan ataupun rekan kerja. Pada umumnya, perusahaan lebih menyukai karyawan yang proaktif dalam berdiskusi dan tidak takut untuk menyampaikan pendapat dengan jelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa berbicara dengan berani bukan hanya sekedar keberanian, melainkan menunjukkan kecerdasan sosial serta kemampuan berpikir kritis yang dibutuhkan dalam berbagai situasi.
Selain itu, dalam dunia politik atau advokasi, banyak seseorang yang dihormati karena keberaniannya dalam menyampaikan pendapat. Misalnya Malala Yousafzai pada bulan Januari 2025, ia berani mendesak para pemimpin Muslim untuk mendukung upaya mengkriminalisasi apartheid gender di bawah hukum internasional dan mengutuk perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan. la menekankan perlunya pemimpin Muslim untuk secara terbuka menentang kebijakan Taliban yang melarang perempuan mengakses pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa berani berbicara untuk membela hak asasi manusia dan pendidikan meskipun menghadapi berbagai risiko. Keberaniannya dalam berbicara bukan hanya menunjukkan kekuatan, tetapi juga membawa perubahan besar bagi dunia.
Berani Bicara Tanda Kelemahan
Keberanian berbicara menjadi tanda kelemahan jika dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Berbicara tanpa dasar yang kuat, tanpa memahami konteks permasalahan, atau hanya untuk mencari perhatian dapat menurunkan kredibilitas seseorang. Studi yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2025 mengungkapkan bahwa 64% orang lebih mempercayai individu yang berbicara berdasarkan data dan fakta yang jelas dibanding mereka yang hanya mengandalkan opini pribadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa berbicara tanpa dasar yang kuat justru dapat merusak reputasi seseorang.
Adapun data dari fenomena cancel culture yang merupakan salah satu contoh bagaimana keberanian berbicara bisa menjadi bumerang. Di media sosial, individu yang menyampaikan pendapat kontroversial atau dianggap menyinggung dapat mengalami tekanan besar, hingga kehilangan pekerjaan atau dukungan publik. Kasus terbaru di tahun 2025 yaitu aktris Kim Sae Ron yang mengalami tekanan sosial berat akibat cancel culture setelah terlibat dalam kasus mengemudi dalam keadaan mabuk. Tekanan ini berdampak pada kesehatan mentalnya, dan sebelum meninggal, ia sempat berencana untuk kembali berkarir dan membuka bisnis baru.
Selain itu, seseorang yang terlalu sering berbicara tanpa memberikan solusi konkret dapat dianggap sebagai individu yang hanya mencari perhatian, bukan seseorang yang benar-benar berkontribusi. Pemimpin yang sering berbicara tanpa mempertimbangkan fakta dapat kehilangan kepercayaan publik dan dianggap tidak kompeten. Keberanian berbicara tanpa pertimbangan juga dapat memicu serangan balik yang tidak terduga. Beberapa kasus menunjukkan bahwa individu yang terlalu vokal di media sosial tanpa memahami dampak perkataannya yang akan menjadi sasaran serangan balik (backlash) yang merugikan diri sendiri.
Keberanian dan Kebijaksanaan
Agar berbicara menjadi tanda kekuatan dan bukan kelemahan, seseorang harus memiliki keseimbangan antara keberanian dan kebijaksanaan. Berani berbicara tidak berarti berbicara tanpa batas, tetapi berbicara dengan pemahaman yang baik, argumen yang kuat, serta dengan tujuan yang jelas. Dalam berbagai situasi, penting bagi seseorang untuk mengetahui kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan.
Orang yang bijak tidak hanya berani berbicara, tetapi juga tahu kapan saatnya untuk menyerap informasi sebelum mengemukakan pendapat. Misalnya, dalam sebuah rapat kerja atau akademik, seseorang yang bijak akan mengamati jalannya diskusi, memahami perspektif yang ada, dan kemudian menyampaikan pendapatnya dengan argumen yang solid. Hal tersebut lebih efektif dibanding seseorang yang langsung berbicara tanpa memahami permasalahan terlebih dahulu.
Berbicara dengan berani juga harus disertai dengan rasa empati. Seseorang yang berani berbicara dengan tetap memperhatikan perasaan dan perspektif orang lain akan lebih mudah diterima dan dihargai. Hal tersebut tidak hanya menunjukkan kecerdasan emosional, tetapi memperkuat hubungan sosial. Oleh karena itu, kata-kata yang diucapkan tidak hanya didengar, namun juga dirasakan dan dipahami dengan penuh makna
Keberanian berbicara bisa menjadi tanda kekuatan jika dilakukan dengan pemahaman yang matang, argumen yang kuat, dan tujuan yang jelas. Dalam dunia kerja, politik, akademik, dan kehidupan sosial, berbicara dengan percaya diri dan penuh tanggung jawab dapat memberikan pengaruh yang besar. Namun, jika berbicara hanya sekadar menunjukkan keberanian tanpa dasar yang kuat, maka hal tersebut menjadi tanda kelemahan. Oleh karena itu, keseimbangan antara keberanian dan kebijaksanaan sangat penting dalam berkomunikasi. Keberanian berbicara harus dibersamai dengan pemikiran yang matang, empati, dan kesadaran akan dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian, seseorang tidak hanya berani berbicara, namun juga mampu memberikan dampak positif bagi dirinya sendiri dan orang lain.(*)
*Dyah Ayufitria Riskaputri Nandayanti. Lahir di Ponorogo, 26 November 2003. Saya merupakan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta. Aktif dalam kepenulisan di bidang sastra, seni, dan pendidikan. Aktif di komunitas Pemuda Peduli Djogja. Pernah menulis “Suaraku dalam Kata: Puisi Gadis Kecil Yang Menggambar Telaga karya Dwi Rahariyoso”. Menulis puisi dan resensi buku di blogger https://dyaniryndiary.blogspot.com/?m=1. Harapan 1 Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional oleh Be Proud Indonesia. Harapan 3 Cipta Puisi Tingkat Nasional oleh Ruang Lomba Nasional. Alamat di Jalan Karangmalang No. 37, RT.2/RW.1, Caturtunggal, Sleman, Depok, DI Yogyakarta. Nomor HP 081359670227, Nomor Rekening 649401026291535 a.n Dyah Ayufitria Riskaputri (BRI), dan nama Instagram @dyahyyu.
Editor : Ahmad Farisi