Al-Ghazali dan Puasa sebagai Jalan Penyucian Diri

Redaksi Nolesa

Kamis, 6 April 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh Farisi Aris*


Al-Ghazali punya pandangan menarik perihal apa itu puasa. Menurut Al-Ghazali, berpuasa tidak cukup hanya menahan diri dari makan dan minum  di siang hari. Lebih dari itu, bagi Al-Ghazali berpuasa juga harus—yang dalam hemat penulis—menutup mata dan hingga menjaga kesucian diri. Menutup mata dan menjaga kesucian diri yang dimaksud di sini bukan dalam arti pada umumnya yang bisa dilakukan dengan hanya memejamkan mata (untuk menutup mata) dan mandi serta berwuduk (untuk menjaga kesucian diri).

Pertama, yang dimaksud dengan berpuasa berarti menutup mata oleh Al-Ghazali adalah tidak melihat segala sesuatu yang dibenci oleh Allah, baik yang tidak sampai melalaikan hati dalam mengingat-Nya dan lebih-lebih yang dapat membuat hati kita lalai dan berpaling dari mengingat-Nya. Menurut penjelasan Jabir  dari Anas, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda: ”Ada lima hal yang membatalkan puasa seseorang: berdusta, mengumpat, menyebar kabar bohong/hoax (fitnah), bersumpah palsu dan memandang dengan penuh nafsu.”

Menutup mata yang dimaksud Al-Ghazali pada penjelasan di muka memang bersifat umum. Namun, dengan merujuk pada hadist Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Anas dari Jabir itu, menutup mata yang dimaksud Al-Ghazali menjadi terang, bahwa yang dimaksud menutup mata adalah menjaga pandangan dari lawan jenis, baik yang tidak dapat menimbulkan hasrat seksual dan lebih-lebih yang dapat menimbulkan hasrat seksual.

Sementara kedua, yang dimaksud dengan menjaga kesucian diri semata bukan hanya menjaga kesucian diri secara fisik yang bisa dilakukan dengan bersuci (mandi dan berwudu), melainkan juga menjaga kesucian hati dan jiwa. Menjaga kesucian dan jiwa di sini jelas tidak bisa hanya dilakukan dengan bersuci secara fisik: mandi, berwudu dan yang lain sejenisnya. Tetapi, juga harus dilakukan dengan menjaga diri dari perbuatan tercela yang dapat membuat jiwa dan hati kita menjadi kotor dan penuh dengan noda-noda hitam.

Menurut Al-Ghazali, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh kita untuk menjaga kesucian diri agar aktivitas puasa kita berjalan secara sempurna. Pertama, menjaga lisan dari perkataan dusta, keji, kasar, dan kata-kata kontroversial yang dapat memicu kegaduhan dan konflik. Seperti menebar provokasi, kebencian, dan lain sebagainya. Sebaliknya, menggantinya dengan banyak diam, berdzikir, muhasabah (merenung) dan membaca kitab suci Al-Quran.

Baca Juga :  Melihat Segumpal Realitas Kehidupan Masyarakat dalam Sastra

Rasulullah Saw. bersabda: ”Puasa adalah perisai. Maka barangsiapa di antara kalian sedang berpuasa, janganlah berkata sedih. Jika ada orang yang menyerang dan memakimu, katakanlah, ’Aku sedang berpuasa! Aku sedang berpuasa!’.

Kedua, menjaga kesucian anggota badan dari segala sesuatu yang syubhat dan terlebih yang haram. Bisa dikatakan, puasa yang kita jalani dari makan dan minum selama sepanjang hari, namun tetap memakan sesuatu yang syubhat dan haram diwaktu berbuka, maka puasa yang kita jalani dilakukan secara sia-sia. Sebab, dengan begitu, puasa yang kita jalani semacam tidak memberi arti faktual terhadap kebepuasaan kita. Rasulullah Saw. bersabda: ”Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan sesuatu (pahala dan keutamaan-keutamaan puasa lainnya) kecuali lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Baca Juga :  Monyet dan Ujian

Ketiga, menjaga pendengaran dari hal-hal yang buruk dan tercela. Sebab, sesuatu yang terlarang diucapkan, juga terlarang untuk didengarkan. Karena itu, untuk menjaga kesucian diri (jiwa dan hati), tak cukup hanya dengan tidak mengucapkan sesuatu yang diharamkan, tetapi juga harus dibarengi dengan tidak mendengar sesuatu yang haram untuk didengarkan.

Demikianlah berpuasa ala Al-Ghazali. Yang tidak hanya dilakukan dengan menahan diri dari makan-minum, tetapi juga dilakukan dengan menutup mata dari pandangan-pandangan buruk yang pada saat bersamaan juga dibarengi dengan menjaga kesucian diri dari yang syubhat, haram, dan tercela dalam hukum Allah. Yang rasanya, dalam konteks keberpuasaan kita hari ini, sangat relevan untuk turut kita jadikan pegangan dalam mengarungi bulan Ramadhan yang penuh berkah, sekaligus penuh dengan ujian dan godaan.


*) Farisi Aris, penulis lepas. Redaktur Rumpun Karya nolesa.com

Berita Terkait

Halalbihalal
Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita
Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah
Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam
Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan
Membangun Ruang Sosial Lansia di Era Digital
Membenahi Institusi Kepolisian Kita
Hikmah Ramadan: Sabar dan Takdir

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 20:03 WIB

Halalbihalal

Jumat, 25 April 2025 - 10:23 WIB

Ciri-ciri Tua yang Sering Tidak Disadari Oleh Kita

Jumat, 25 April 2025 - 07:30 WIB

Sejarah dan Perkembangan Hari Otonomi Daerah

Selasa, 22 April 2025 - 16:51 WIB

Selamat Jalan Paus Fransiskus; Cahaya Kasih yang Tak Pernah Padam

Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:12 WIB

Kesalehan Sosial: Sebuah Catatan Akhir Ramadan

Berita Terbaru

Tirani Biru dan Isinya yang Terbelenggu (ilustrasi pixabay)

Cerpen

Tirani Biru dan Isinya yang Terbelenggu

Rabu, 30 Apr 2025 - 09:14 WIB

Bupati Lukman Salurkan 5 Jenis Bantuan Baznas Bangkalan, Selasa, 29/4/2025 (Foto: ist/nolesa.com)

Daerah

Bupati Lukman Salurkan 5 Jenis Bantuan Baznas Bangkalan

Rabu, 30 Apr 2025 - 08:48 WIB

Puisi-puisi Achmed Sayfi Arfin Fachrillah

Puisi

Puisi-puisi Achmed Sayfi Arfin Fachrillah

Selasa, 29 Apr 2025 - 15:58 WIB

Dyah Ayufitria Riskaputri Nandayanti untuk NOLESA.COM

Opini

Berani Bicara: Tanda Kuat Atau Malah Lemah?

Selasa, 29 Apr 2025 - 15:31 WIB