Trauma Healing

Abd. Kadir

Selasa, 31 Oktober 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Abd. Kadir (Foto: dokumen pribadi)

Abd. Kadir (Foto: dokumen pribadi)

Oleh ABD. KADIR*

Saya tertarik menulis tema ini karena ada teman yang minta tolong untuk mencarikan pemateri dalam acara penguatan kapasitas unit reaksi cepat (URC) di kantornya (BPBD). Saya kemudian teringat dengan sahabat saya yang dulu pernah bersama-sama berkolaborasi dalam mengembangkan literasi dan numerasi siswa kelas awal jenjang SD.

Om Adri, saya biasa menyebut beliau. Suatu ketika beliau pernah cerita tentang bagaimana ketika mengikuti penguatan trauma healing di NTB. Ketika itu, sebelum acara dimulai, pihak manajemen hotel memberikan informasi seputar bencana dan langkah darurat yang harus dilakukan, khususnya ketika terjadi gempa. Dalam penjelasan pihak manajemen hotel, sudah diapparkan secara rinci bahwa ketika ada gempa, maka langkah awal semua peserta dianjurkan untuk mencari tempat berlindung terdekat, misalnya di bawah meja, sampai gempa selesai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nah, ternyata belum lama pihak manajemen hotel memberikan arahan, ternyata gempa benar-benar terjadi. Pada saat itulah semua peserta lari berhamburan ke luar ruang pertemuan. Hanya teman saya yang masih bisa berpikir tenang dan langsung masuk ke kolong meja. Ini fakta yang terjadi dan ternyata apa yang disampaikan oleh pihak manajemen hotel tidak bisa dicerna dengan baik oleh peserta yang berada dalam posisi panik.

Baca Juga :  Urgensi Independensi Pers dalam Kancah Demokrasi

Ketika gempa selesai, teman saya ini bingung karena ternyata dia sendirian di ruangan itu dan teman-temannya yang lain sudah tidak ada di ruangan karena sudah berhamburan keluar. Artinya, secara teori, mungkin kita akan paham dengan langkah-langkah yang akan dilakukan ketika terjadi bencana. Namun, ketika dihadapkan pada realitas yang sebenarnya, maka kondisi kepanikan masyarakat akan menghilangkan teori yang ada.

Bahkan di sisi lain, ada yang lebih tragis lagi, ketika ada sirine berbunyi, ada seorang anak yang langsung lari dan naik ke atas mobil truk. Begitu kuatnya trauma yang mereka alami sehingga ketika mendengar sirine, secara reflek mereka langsung lari dan naik ke atas truk karena anak itu menganggap sirine adalah ancaman bencana bagi mereka.

Baca Juga :  Pemilu 2024 dan Ancaman Politik Transaksional

Nah, di sinilah upaya untuk membangun kesiapsiagaan dan kewaspadaan kepada masyarakat, khususnya agar tidak panik dan trauma degan fenomena bencana yang ada agar terus dikuatkan sehingga secara psikologis masyarakat akan merasa harmoni dengan bencana.

Di sinilah pentingnya memperkuat kapasitas SDM khususnya di unit rekasi cepat agar memahami bagaimana memberikan pelayanan dan pemulihan trauma kepada masyarakat yang terdampak bencana. Trauma healing kepada masyarakat terdampak bencana adalah hal niscaya. Mereka perlu diberikan penguatan secara psikologis dan pemuihan terhadap trauma yang mereka alami agar mereka bisa menjalani hiduo normal menatap masa depannya.

Dalam perspektif ini unit reaksi cepat di BPBD menganggap penting untuk melaksanakan penguatan kapasitas SDM untuk memberikan penanganan trauma healing ini. Artinya, mereka perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan mendasar tentang trauma healing ini.

Mengapa penting memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang trauma healing ini? Karena mereka adalah relawan yang bergerak di wilayah penanganan kebencanaan. Dalam hal ini, trauma itu salah satunya bisa terjadi karena adanya bencana yang dialami masyarakat.

Baca Juga :  Indonesia Negara Bersama

Sebagaimana yang disampaikan American Psyicological Association bahwa trauma healing adalah suatu proses memulihkan emosi korban dari ketakuan di masa lalu. Dengan cara ini mereka bisa bertahan hidup kembali tanpa bayang-bayang masa lalu.

Pada tataran selanjutnya, trauma yang dialami seorang korban bisa menyebabkan post-traumatic stress disorder (PTSD). PTSD adalah bentuk gangguan kesehatan mental yang dialami seseorang setelah mengalami suatu kejadian yang menyebabkan trauma, yang salah satunya adalah akibat bencana. Untuk itu, salah satu cara menanganinya adalah melalui trauma healing ini.

Kembali ke rencana teman saya untuk mengadakan pelatihan tentang penanganan trauma healing ini, akhirnya saya sounding ke teman yang memang sudah berpengalaman dan telah memiliki sertifikat pelatihan trauma healing. Saya hanya membantu memfasilitasi teman ini untuk bisa menghadirkan pemateri yang memiliki kualifikasi dan kompetensi, dengan harapan mereka bisa mentransfer ilmunya, sekaligus melatih keterampilan peserta dari unit reaksi cepat di BPBD itu dengan baik. Semoga!

 

Berita Terkait

Isra Mikraj Sebuah Perjalanan Spiritual yang Hanya Bisa Dipercaya oleh Orang yang Beriman
Akhir dari Presidensial Threshold
Catatan Pengujung Tahun 2024
Isu Politisasi Hukum dan Marwah Penegakan Hukum Kita
Kritik Adalah Harga Diri Kita
Membaca Manuver Mas Wapres
Tahan! Jaga Diri dari Sembarangan Menuduh dan Menyebarkannya
Serba-serbi Guru

Berita Terkait

Jumat, 24 Januari 2025 - 08:23 WIB

Isra Mikraj Sebuah Perjalanan Spiritual yang Hanya Bisa Dipercaya oleh Orang yang Beriman

Selasa, 7 Januari 2025 - 05:10 WIB

Akhir dari Presidensial Threshold

Selasa, 31 Desember 2024 - 15:44 WIB

Catatan Pengujung Tahun 2024

Senin, 30 Desember 2024 - 20:43 WIB

Isu Politisasi Hukum dan Marwah Penegakan Hukum Kita

Kamis, 26 Desember 2024 - 16:00 WIB

Kritik Adalah Harga Diri Kita

Berita Terbaru

Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman (Foto: ip/nolesa.com)

Nasional

Pemerintah Jamin Harga Beras Stabil Hingga Ramadan 1446 H

Selasa, 4 Feb 2025 - 22:03 WIB

Nelly Farraniyah (Foto: dokumen pribadi untuk nolesa.com)

Sosok

Pengalaman Hobi Jadi Motivasi Profesi

Selasa, 4 Feb 2025 - 18:26 WIB

Nadia Yasmin Dini (Foto: dokumen pribadi untuk nolesa.com)

Cerpen

Patah Hati

Selasa, 4 Feb 2025 - 08:09 WIB