Yogyakarta, NOLESA.com — Pusat Kajian Sejarah dan Pembangunan Hukum Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (PKSPH FH UAD) Yogyakarta bersama Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa se-Indonesia (Papdesi) menggelar acara Focus Group Discussion (FGD).
FGD yang diadakan PKSPH FH UAD Yogyakarta bersama Papdesi itu mengangkat tema “Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Desa”. FGD tersebut dilaksanakan di Kampus IV UAD, Senin, 27 Februari 2023.
Adapun tujuan dari FGD itu diantaranya, pertama untuk mengiventarisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa yang teridentifikasi perlu untuk dianalisis dan dievaluasi.
Kedua, guna menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang -undangan yang teriventarisir berdasarkan ketepatan jenis peraturan perundang-undangan; potensi tumpeng tindih atau disharmonisasi; pemenuhan asas kejelasan rumusan; kesesuaian norma dengan asas materi muatan perundang -undangan; dan efektifitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, memberikan rekomendasi terhadap hasil analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan yang telah diiventarisir.
FGD tersebut dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Dr. Hj Megawati. Dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang luar biasa atas terselenggaranya FGD tersebut.
“Karena kebetulan memang FH UAD ini banyak membantu desa terkait pembentukan perangkat desa di beberapa desa di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti di desa Kabupaten Klaten,” kata Ibu Megawati.
Sementara itu, Eri Listiawan salah satu anggota Papdesi dalam sambutannya menyampaikan terimakasih terhadap Universitas Ahmad Dahlan telah memfasilitasi kepentingan Kepala Desa melalui kajian ini. Dia berharap dengan adanya FGF menjadi bahan untuk revisi UU Desa yang mampu memaksimalkan peran pemerintah desa untuk mensejahterahakan masyarakat desa melalui fungsi dan tugasnya.
Acara tersebut menghadirkan beberapa narasumber, salah satunya Dr. Sutoro Eko Yunanto. Dia menyampaikan setidaknya ada empat poin besar analisis persoalan pemerintahan desa yakni, eksklusi, kontradiksi, distorsi, dan akuisisi.
Dalam konteks eksklusi, terjadi pengabaian terhadap pemerintah desa dalam berbagai proses perumusan kebijakan ataupun pembentukana regulasi sehingga peran dan fungsi pemerintah desa menjadi kurang dalam berbagai macam isu strategis. Selanjutnya, terjadi kontradiksi antara pengaturan dengan realitas yang ada dalam masyarakat desa dimana antara regulasi dan realitas terjadi perbedaan.
“Ketiga yakni adanya distorsi antar peraturan yang sangat ego sektoral, sehingga mengakibatkan berbagai macam bias kebijakan. Terakhir adalah akuisisi dimana peran dan kewenangan desa secara organis tercerabut dengan berbagai macam regulasi yang melegitimasi berbagai bentuk pengaturan terhadap arah desa,” ungkapnya.
Narasumber kedua yakni Eri Listiawan Kepala Desa Grenggeng/PAPDESI menyampaikan bahwa perjuangan pemerintah desa bukanlah syahwat politik, terutama jika dikaitakan dengan masa jabatan. Upaya penting adalah secara subtansi UU Desa direvisi untuk lebih memberikan hak kepada Desa dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahannya secara lebih maksimal. Kinerja pemerintah desa bukan hanya mengurus administrasi atau kepanjangan tangan dari pusat, melainkan lebih pada kerja kemasyarakatan.
“Jika dihitung, kerja Kepala Desa jauh lebih berat daripada gaji, padahal tidak ada anggaran operasional bagi Kepala Desa,” imbuhnya.
Narasumber ketiga yakni Ilham Yuli Isdiyanto, selaku direktur PKSPH FH UAD menyampaikan bahwa ada lebih dari 30 (tiga) puluh undang-undang yang berhubungan dengan desa, dari berbagai regulasi ini sedikit yang diketahui pemerintah desa. Perlu ada upaya harmonisasi secara komprehensif terhadap berbagai regulasi sehingga tidak memunculkan ego sektoral, untuk itu perlu ada revisi terhadap UU Desa.
“Dalam proses kajian terhadap berbagai regulasi ini, dapat dilihat apakah urgensi tidak hanya revisi UU Desa, melainkan perlu ada pembentukan Omnibus UU Desa,” terangnya.
Kegiatan FGD tersebut kemudian mendengarkan berbagai masukan dari Kepala Desa, akademisi, praktisi hukum sampai dari Kementrian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta.
Harapannya, hasil FGD ini dapat memberikan insight untuk menghasilkan penelitian yang baik yang bisa digunakan sebagai referensi untuk membangun desa dimasa yang akan datang.
Penulis : Ebet
Editor : Ahmad Farisi