Sumenep, NOLESA.com — Mendengarkan pidato kenegaraan presiden merupakan rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-77.
Dari itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep, Madura, Jawa Timur gelar Rapat Paripurna Istimewa, dengan agenda mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden RI, Joko Widodo.
Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Sumenep beserta pejabat Pemkab dan undangan lainnya menyimak secara seksama melalui layar kaca, pidato kenegaraan Presiden RI dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia 2022, di lantai 2 Kantor DPRD setempat, Selasa, 16 Agustus 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hadir dalam sidang istimewa tersebut Bupati Sumenep Ra Achmad Fauzi, Wakil Bupati Sumenep, Hj. Dewi Khalifah, dan sejumlah anggota DPRD, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), asisten Setdakab Sumenep, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), camat dan undangan lainnya.
Ketua DPRD Kabupaten Sumenep H. Abdul Hamid Ali Munir, SH, dalam sambutannya mengajak seluruh hadirin, untuk melakukan refleksi terhadap historisitas dari awal mula tercetusnya ide pembentukan negara yang berdaulat dan perlawanan terhadap penjajahan, hingga proklamasi kemerdekaan yang telah berjalan selama kurun waktu 77 tahun.
“Ada tiga momen sejarah bangsa yang ingin saya kemukakan agar nanti kita bersama dapat merenungkannya dan mengambil mutiara kebajikan yang berguna bagi perjalanan bangsa kita ke depan,” ujarnya.
Pertama, tentang makna proklamasi kemerdekaan 1945 dan bagaimana upaya kita untuk terus mengaktualisasikan semangat kemerdekaan ini di masa-masa yang akan datang.
Refleksi kedua adalah tentang catatan peristiwa bersejarah yang terjadi di negeri kita 63 tahun silam. Kita kenal ada tonggak sejarah penting pada waktu itu yaitu dikeluarkannya dekrit presiden pada 5 Juli 1959 untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945.
”lni merupakan tonggak sejarah, karena kalau kita lihat benang merahnya maka sesungguhnya saat itulah Indonesia menemukan bentuk atau formula demokrasi yang diyakini paling tepat untuk negeri kita yaitu demokrasi Pancasila,” terangnya.
Refleksi ketiga, Abdul Hamid mengajak untuk merenungkan peristiwa yang terjadi di negeri kita 23 tahun silam, tepatnya pada 1999 juga merupakan tonggak sejarah bangsa.
Setelah kita mengalami krisis yang luar biasa pada 1998, maka 1999 merupakan awal dari era reformasi ditandai dengan dua hal penting, yaitu untuk pertama kalinya dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan kedua berakhirnya dwi fungsi ABRI.
“Ke depan, pematangan demokrasi kita harus seiring sejalan dengan prinsip-prinsip dasar konstitualisme. Demokrasi harus semakin egaliter, yaitu demokrasi yang makin meneguhkan pelaksanaan prinsip checks and balances dalam praktek kehidupan politik kita,” tandasnya.
Lebih lanjut Abdul Hamid menyatakan, demokrasi berlandaskan pada penghormatan dan pelaksanaan penegakan hukum adil dan bermartabat, yakni demokrasi yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia, serta demokrasi yang kehadirannya tetap menjamin terjaganya stabilitas dan ketertiban.
“Dengan demikian, insya Allah, demokrasi yang kita terapkan selalu sejalan dan satu nafas dengan tuntutan dan kemajuan perabadan bangsa kita,” pungkasnya.(*)
Penulis : Rusydiyono
Editor : Ahmad Farisi