Yogyakarta, NOLESA.com – Ikatan Penerbit Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta terus bergerak melakukan perlawanan terhadap pembajakan hak cipta atas penerbitan buku.
Baru-baru ini IKAPI Yogyakarta menggelar diskusi publik bertajuk “Jogja Lawan Pembajakan Buku”. Acara ini digelar pada Senin kemarin, 22 Januari 2024 di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip (DPA) setempat.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan Deklarasi Anti Buku Bajajakan. Tujuannya untuk mempertegas perlawanan terhadap pembajakan hak cipta atas penerbitan buku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sekjen IKAPI DIY Yusuf Efendi menegaskan perlawanan terhadap buku bajakan akan terus dilakukan. Dan itu harus dilakukan secara serentak oleh semua elemen, pasalnya pembajakan adalah ancaman dan musuh bersama yang tidak cukup dilawan oleh satu kelompok saja.
“Yogyakarta ini memiliki dua kabupaten dengan jumlah penerbit dan penerbitan yang masuk lima besar se-Indonesia. Terdapat ribuan penerbit di dua kabupaten ini. Artinya, ini penting buat kita bersinergis untuk ancaman besar seperti ini (pembajakan)” terang Sekjen IKAP DIY Yusuf Effendi.
Plt. Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY, Agus Priono, ketika sambutan dalam acara tersebut mengaku sangat mendukung gerakan pelaku industri perbukuan di Jogja dalam memberantas perilaku pembajakan buku yang merugikan banyak pihak.
“Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY, memiliki peran yang sangat krusial dalam mengamankan dan melestarikan karya-karya terbitan dari para penerbit sesuai peraturan yang berlaku. Namun, tanpa tindakan preventif yang kuat, upaya tersebut bisa terancam oleh praktik pembajakan yang sangat merugikan, baik dari segi finansial maupun intelektual,” tegas Agus Priono.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut adalah Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M.B.A., Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Idham Mahdi, S.I.K., M.A.P., dan advokat dari Rumah Hukum, Ashfa Azia, S.H., M.H.
Pada kesempatan tersebut, Wamen Nezar Patria menyoal disrupsi teknologi yang mendorong terjadinya pembajakan buku. Yang tadinya terbatas pada penggandaan konvensional, kini merambah ke versi digital juga. Bahkan pembajakan ini terjadi secara global.
“Ada juga situs yang membagikan buku-buku bajakan secara gratis yang gerakannya global. Situs ini sudah pernah ditutup oleh FBI tapi kemudian muncul lagi secara gerilya. Jadi ditutup, muncul lagi,” ungkap Wamen Nezar.
Nezar juga mengungkapkan bahwasanya pemerintah sudah membuka ruang mediasi dengan platform jual beli yang menjadi ruang persebaran buku-buku bajakan, baik yang digital maupun fisik. Berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, terhitung sejak 2015, Kominfo sudah menurunkan 15.910 konten yang melanggar hak cipta di berbagai platform.
“Pekerjaan men-takedown dan memutus akses itu terus dilakukan berdasarkan pengaduan-pengaduan yang sudah disepakati dalam regulasi yang diatur oleh undang-undang,” tandasnya.
Sementara itu, Kombes Idham Mahdi menyampaikan landasan-landasan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan penegakan hukum dalam kasus pembajakan buku.
“Berdasarkan Undang-Undang No.28/2014 tentang Hak Cipta, memang berasal dari delik aduan. Tentunya yang mengadu ini adalah pihak-pihak yang merasa dirugikan terkait dengan produk yang dibajak. Dari aduan ini, penyidik mengambil langkah penyelidikan, penyidikan dan meneruskan ke pihak kejaksaan dan diadili di pihak peradilan,” paparnya
Pada tahun 2021, katanya, terdapat tiga penyelidikan terkait dengan pembajakan buku di Yogyakarta. Hal ini menyambung ke paparan sebelumnya oleh Ikapi mengenai minimnya penerbit atau penulis yang mengadukan kasus pembajakan buku karena perlu menyiapkan energi, materi, dan usaha untuk melengkapi bukti-bukti pembajakan buku atas karya yang sudah diproduksi.
Atas meniminnya laporan tersebut, Ashfa Azkia mengusulkan judicial review atas UU tersebut agar apa yang menjadi hambatan selama ini dapat diminimalisir.
“Bisa diajukan atas peraturan perundang-undangan jika dirasa merugikan untuk para pelaku industri perbukuan seperti harus melakukan pengaduan terlebih dahulu. Dengan memberikan rekomendasi atas peraturan tersebut, diharapkan akan adanya peraturan baru yang mendukung proses penegakan hukum yang lebih baik,” ujarnya.
Pihak lain yang turut memberikan pernyataan dalam diskusi tersebut adalah pengurus IKAPI Pusat. Menurutnya, pembajakan buku melahirkan energi negatif bagi para pekerja perbukuan dari hulu sampai hilir.
“Pelanggaran hak cipta (dalam bentuk pembajakan buku) tersebut merusak energi kreatif para pelaku perbukuan karena dunia penulisan menjadi tidak menarik sebagai bidang pekerjaan, walaupun sumbangsihnya besar dalam pembangunan bangsa. Para penulis saat ini mengalami kehilangan hak moral dan ekonomi atas karya mereka,” ujar Arys Hilman Nugraha, Ketua IKAPI Pusat yang tersambung melalui aplikasi Zoom Meeting.
Untuk diketahui, selain mendengarkan paparan narasumber, kegiatan ini juga menampung aspirasi, baik dari para pelaku penerbitan, penulis, dan pembaca buku yang sama-sama merasa dirugikan dengan adanya pembajakan buku. Di akhir acara, dilaksanakan Deklarasi Anti Buku Bajakan yang sekaligus mengukuhkan posisi Jogja dalam menolak pembajakan buku untuk literasi Indonesia yang lebih baik.
Penulis : Dimas Sugiarto
Editor : Ahmad Farisi
Sumber Berita : Djawanews