Saya pernah diundang SMP Binar Sumenep untuk menjadi guru tamu dalam acara studium generale (kuliah umum) yang diprogramkan oleh lembaga ini. Kuliah umum kali ini mengangkat tema “Menguatkan Budaya Literasi di Sekolah”.
Menarik ketika mencermati apa yang diusung para pengelola lembaga Binar ini. Mereka memiliki grand design tema pendidikan: “Pendidikan Bermutu”. Salah satu sub temanya adalah tentang literasi di atas.
Jika mencermati lebih lanjut, apa yang dikembangkan di SMP Binar ini saya pikir cukup unik. Mereka selalu mendatangkan guru tamu untuk program studium general yang dilakukan. Tergantung sub-subtema yang memang mereka rancang, maka para guru tamu itu, dihadirkan sesuai dengan kapasitas keilmuan dan kompetensinya. Kebetulan saya diundang dengan subtema literasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di beberapa pertemuan sebelumnya, mereka menghadirkan para pakar, mulai dari dokter, budayawan dan lain-lain yang disesuaikan dengan kebutuhan subtema yang ada. Bahkan sebagai bentuk implementasi keilmuan, mereka mengajarkan banyak hal dengan menggali data ke lapangan, melalui observasi lapangan, baik yang terkait dengan fenomena pendidikan maupun fenomena lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya sesuai dengan materi yang mereka pelajari. Artinya, mereka langsung bisa berinteraksi dengan masyarakat dan mencermati fenomena itu secara langsung di lapangan sehingga mereka bisa melakukan pencatatan dan analisis terhadap fenomena yang ada itu. Dalam konteks ini, sebenarnya lembaga ini lebih menekankan pada project based learning (pendidikan berbasis proyek). Nah, pada ranah ini pula, di sinilah realitas nyata implementasi kurikulum merdeka yang sedang digalakkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Jadi, tidak hanya sebatas wacana pengetahuan di depan kelas, tetapi mereka terlibat langsung dengan fenomena di lapangan.
Saya juga mengapresiasi, bahwa motto lembaga ini adalah “mengokohkan adab, mengembangan bakat”. Bahwa adab adalah di atas ilmu, maka anak yang beradab adalah harapan semua pihak. Selain itu, konteks mengembangkan minat di sini, menjadi bukti konkret implementasi kurikulum merdeka dari Mas Menteri Nadim Makarim, bahwa salah satu stressing point dari kurikulum merdeka adalah siswa yang ‘merdeka’ untuk mengembangkan bakat dan minat mereka.
Fenomena ini menjadi menarik, karena lembaga ini masih baru berdiri dan baru mendapatkan legalitas dari Kemdikbudristek/dinas pendidikan, tetapi sudah mencoba menatap lebih jauh pola pendidikan yang akan dikembangkan selama ini khususnya oleh pemerintah dengan kurikulum merdekanya.
Kembali kepada persoalan literasi yang saya sampaikan kepada siswa, bahwa kuliah umum tentang lierasi ini adalah upaya memberikan penguatankepada siswa yang sejatinya sudah sekian lama diajarkan untuk melakukan proses pembacaan atas fenomena lingkungan yang ada dan mereka juga sudah sering merangkum dalam sebuah laporan tentang fenomena lingkungan sosial yang mereka amati.
Artinya, mendatangkan guru tamu dalam studium generale ini sebenarnya lebih pada mengarahkan bakat dan memberikan pendalaman seputar literasi bagi mereka untuk bisa dikembangkan dengan positif sehingga mereka bisa membuka jendela pengetahuan dan bisa memberikan manfaat kepada pembaca dengan dihasilkannya tulisan oleh mereka.
Saya hanya menyampaikan apa yang pernah diungkap oleh Pramoedya Ananta Toer, bahwa sehebat apapun pemikiran seseorang, ketika tidak dituliskan, maka ia akan digilas oleh sejarah. Dari sini, bisa dipahami, bahwa betapa pentingnya menulis. Selain untuk mendokumentasi ide-ide kita, juga agar bisa dibaca dan bisa bermanfaat untuk sesama. Bahwa filosofi hidup kita adalah menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, maka ini sebenarnya adalah substansi hidup yang sangat dianjurkan dalam agama. Hanya saja, menulis itu tidak bisa ‘berdiri sendiri’. Artinya, menulis harus diikuti oleh banyak membaca. Maka, membaca adalah langkah awal untuk bisa menulis. Membaca tidak hanya terjebak pada membaca buku an sich. Membaca juga bisa melakukan penelitian, observasi ke lapangan, dengan mengadakan pengamatan langsung atas fenomena yang ada, atau terus melakukan diskusi dengan orang yang dianggap mampu untuk memberikan pencerahan kepada kita tentang fenomena yang akan dibahas, sehingga pada akhirnya ilmu sebagai gizi otak kita bisa didapatkan dari semua lini: mulai membaca buku, mengadakan penelitian/observasi ke lapangan dan diskusi dengan tokoh, yang kemudian bisa dituangkan dalam tulisan kita, untuk ‘dinikmati’ oleh pembaca. Semoga!