Opini, NOLESA.com — Dalam kehidupan masyarakat madura, istilah berkah menjadi kosa kata istimewa. Berkah bagi mereka berarti membawa manfaat, mengakibatkan kecukupan dan mendekatkan kepada kebaikan.
Ketika prilaku seseorang membawa manfaat bagi sesamanya, maka ia disebut pembawa berkah.
Ketika gaji dan penghasilan yang terbilang pas-pasan tapi mencukupi kebutuhan dan tak cepat habis maka disebut gaji yang membawa berkah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak memimpin Sumenep, Bupati Fauzi dikenal suka memakai blangkon. Masyarakat pun tahu, kemanapun pergi blangkonnya setia menemani.
Bukan hanya saat berkunjung menemui masyarakat atau memimpin rapat. Tapi saat santai pun blangkon selalu dikenakan.
Orang (mungkin) terheran-heran. Mengapa blangkon. Mengapa bukan peci atau sorban.
Padahal, para pejabat di Indonesia umumnya memakai peci. Sorban pun dalam kultur ketimuran diidentikkan dengan kesalehan dan ketebalan iman.
Dalam banner reaktivasi kereta api yang viral itu, gambar Bupati Fauzi juga sedang memakai blangkon. Ketika menerima penghargaan UHC 2023, lagi-lagi blangkon yang dipilih bukan peci.
Kita tahu, peci atau kopiah yang umumnya dipakai para pejabat dalam acara-acara formal kenegaraan itu diproduksi di Gresik. Begitu juga dengan sorban.
Sementara Blangkon yang dipakai Bupati Fauzi berasal dari sebuah desa terpencil di wilayah Kecamatan Rubaru, Banasare.
Desa Banasare lama dikenal sebagai sentra pengrajin blangkon lokal Sumenep. Proses pembuatannya 100 persen handmade (memakai tangan) dan pemasarannya pun masih terbilang konvensional.
Bupati Fauzi menyadari untuk mengangkat derajat hidup para pelaku usaha kecil kerakyatan seperti kerajinan Blangkon di Banasare niscaya memerlukan sentuhan kebijakan dan pemanfaatan teknologi.
Bupati Fauzi berkeyakinan dengan bertumbuh kembangnya para pelaku UMKM akan berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Terlebih dalam perkembangannya, para pelaku UMKM merupakan satu-satunya sektor perekonomian kerakyatan yang paling menakjubkan.
Hanya pelaku UMKM yang mampu bertahan hidup, disaat sektor-sektor lain babak belur dihantam wabah corona yang melanda di seantero nusantara.
Dengan pertimbangan seperti itu, tak heran jika Bupati Fauzi membuat kebijakan tak tanggung-tanggung. Ia menjadikan blangkon sebagai ikon. Bukan hanya bagi dirinya. Setiap aparatur pada hari Jumat wajib memakai Blangkon tanpa kecuali.
Lambat laun blangkon menjadi brand dan trademark Sumenep yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia hingga mancanegara. Hingga momen spesial bersejarah untuk Sumenep, saat Presiden Jokowi memakai blangkon dalam peresmian Bandara Trunojoyo.
Bupati Fauzi berhasil membuat kebijakan yang membumi. Blangkon pak Bupati berhasil menjadi simbol eksistensi dan upaya pelestarian kebudayaan Sumenep.
Blangkon Pak Bupati juga yang pada akhirnya membangkitkan usaha kecil kerakyatan. Blangkon pak Bupati membawa berkah (*)