Sumenep, NOLESA.com – alam pandangan orang-orang pesantren, orang yang mati tidak dianggap sepenuhnya mati. Khususnya para ulama dan kiai.
Menurut orang-orang pesantren, meski secara fisik semua orang mengalami kematian, tetapi jiwa dan ruhnya senantiasa tidak pernah mati. Bahkan, dikatakan, jiwa dan ruhnya itu tetap hidup sebagaimana mestinya.
Hanya saja banyak orang yang tidak bisa menangkap peristiwa magis itu dan memilih untuk tidak mempercayainya. Bahkan, bagi kebanyakan orang-orang non-pesantren, peristiwa itu dianggap tidak logis dan rasional sehingga menjadi tidak layak untuk dipercaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara bagi orang-orang pesantren, meski tidak logis dan rasional, adanya peristiwa magis yang berupa ‘kehidup dalam kematian’ itu tetap dipercaya.
Sebab, bagi orang-orang pesantren, yang layak dipercaya bukan hanya yang logis dan rasional saja, tetapi yang tak rasional sekalipun juga layak untuk dipercaya. Seperti ‘kehidupan dalam kematian itu’.
Dan, itu sebabnya, mengapa sampai kini tradisi ziarah (mengunjungi makam/peristirahatan terakhir orang yang telah mati secara fisik) masih lestari di kalangan orang-orang pesantren. Seperti ziarah yang dilakukan oleh para santri PP. Annuqayah Lubangsa, Guluk-guluk, Sumenep, misalnya.
Para santri PP. Annuqayah Lubangsa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Santri Batang-Batang-Dungkek (IKSABAD) itu diketahui melakukan ziarah pada Jum’at pagi (7/10/2022). Adapun objek atau tempat yang diziarahi adalah Asta Tenggi, tempat di mana para raja dan keluarga Keraton Sumenep di makamkan.
Menurut Ketua Iksabad Ahmad Habibul Akrom kegiatan ziarah atau tour religi itu dilakukan untuk menyambung komunikasi (batin) dengan para leluhur.
Sebab, akhir-akhir ini semakin hari semakin banyak orang yang lupa pada leluhurnya. Padahal, menurutnya, para leluhur sejatinya tidak pernah mati, tetapi tetap hidup menyambung komunikasi (batin) dengan orang-orang yang masih hidup.
”Karena bagaimana akhir-akhir ini banyak orang enggan untuk tahu pada maqbaroh para leluhurnya. Padahal, mengunjungi maqbaroh leluhur adalah salah satu cara untuk menyambung komunikasi batin dengan leluhur,” kata Habibul Akromi pada Jumat (7/10/2022).
Selain itu, Akrom, sapaan akrab Ahmad Habibul Akromi, juga menuturkan bahwa kegiatan ziarah itu sengaja diletakkan di Bulan Maulid, dibarengkan dengan kepulangan santri dari pesantren. Diharapkan, dengan adanya kegiatan ziarah itu, kepulangan santri menjadi lebih bermakna.
Terpisah, Sururi Nurullah Pengurus Harian Ikatan Santri Timur Daya (Ikstida) -organisasi menaungi Iksabad – mengapresiasi kegiatan ziarah yang dilakukan oleh pengurus dan anggota Iksabad itu.
Menurut Sururi, kegiatan ziarah itu adalah kegiatan positif untuk mengisi hari libur santri.
Karena itu, pihaknya berharap kegiatan tour religi itu bisa terus dilakukan oleh pengurus dan anggota Iksabad ke depan.
”Bagus. Positif. Kami berharap kegiatan itu bisa terus dilakukan,” katanya.
Penulis/Kontributor: Moh. Imam Arifin
Editor: Farisi Aris