Oleh Alfie Mahrezie Cemal*)
Bukan saja soal kabar diskriminasi di SMAN 2 Depok yang belakangan ini diketahui hoax. Kabar tentang ijazah palsu Presiden Jokowi yang dihembuskan oleh Bambang Tri Mulyono dan Dr. Tifa ternyata juga tak lebih dari sekadar isu sensasional-politis yang sama sekali tidak memiliki dasar yang jelas.
Buktinya, Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Prof. Ova Emilia menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli.
Menurut Prof. Emilia, berdasarkan data yang dimiliki oleh UGM, Presiden Jokowi tercatat sebagai alumni Prodi S1 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tahun 1980 yang kemudian lulus pada tahun 1985.
Pernyataan Prof. Ova itu kiranya sudah cukup untuk membuktikan bahwa tuduhan ijazah Presiden Jokowi palsu tidaklah benar.
Sebab, jika memang ijazah Presiden Jokowi palsu, tidak mungkin UGM mengakui ijazah Presiden Jokowi itu asli. UGM adalah universitas besar, tidak mungkin UGM ikut-ikutan melakukan pembohongan publik.
Jadi, tidak ada pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Ijazah yang kini dimiliki Presiden Jokowi sebagai lulusan FK UGM itu adalah benar. Adapun berbagai tuduhan yang mengatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu, maka sebenarnya tuduhan itulah yang sebenarnya palsu.
Puncak gunung es
Fenomena pembohongan publik yang dilakukan oleh Bambang Tri Mulyono dan Dr. Tifa itu hanyalah sekelumit (puncak gunung es) dari sekian banyaknya pembohongan publik yang sampai pada kita. Sebelum-sebelumnya, sudah banyak – dan bahkan tak terhitung jumlahnya – hoax-hoax serupa yang beredar ke publik. Nahasnya, kita mempercayainya begitu saja.
Contoh, kasus ijazah palsu Presiden Jokowi, masih banyak yang mempercainya. Padahal, setelah ditelusuri, kabar itu adalah kabar bohong. Ia sengaja dimunculkan untuk merusak citra dan marwah Presiden Jokowi. Ini jelas bahwa ada kepentingan politis di balik isu ijazah palsu Presiden Jokowi itu.
Tabayyun sebagai solusi
Tabayyun adalah salah satu ajaran dari Islam yang mengajarkan kepada setiap pemeluknya agar senantiasa tidak mudah percaya dengan setiap informasi yang beredar tanpa memverifikasinya terlebih dahulu.
Dalam Surah Al-Hujara disebutkan bahwa, ”Dalam QS. Al-Hujarat 49:6 dijelaskan bahwa ” Jika ada seorang fasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas maka tabayyun dapat kita maknai sebagai sebuah upaya menggali sebuah informasi untuk mengetahui fakta yang sebenarnya.
Artinya, dalam menerima setiap informasi, kita tidak boleh menelan mentah-mentah setiap informasi yang ada.
Di tengah banjirnya informasi yang tidak jelas akar dan sumbernya, ajaran tabayyun itu kiranya sangat penting untuk dijadikan solusi untuk menyikapi setiap isu dan informasi yang kita ketahui.
Dengan kata lain, kita harus senantiasa waspada dan senantiasa melakukan verifikasi terhadap informasi-informasi yang ada agar kita mengetahui permasalahan yang sesungguhnya.
Dengan begitu, kita akan mengetahui sebuah masalah yang sedang beredar secara utuh. Sehingga, hal itu dapat menghindarkan kita dari prasangka buru (husnudzan) atau bahkan penghakiman sepihak yang berpeluang menimbulkan konflik.
*) Alfie Mahrezie Cemal, alumnus Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang
Editor: Farisi Aris