Sumenep, NOLESA.com – Salah satu tradisi masyarakat Sumenep, Madura, Jawa Timur dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yakni saling memberi makanan antar tetangga.
Tradisi ini dikenal dengan istilah Ter-ater. Dimana setiap orang akan saling mengantarkan makanan ke tetangga dekat, termasuk sanak famili, juga ke musala atau ke masjid terdekat.
Biasanya, makanan atau kudapan yang diantarkan itu berupa Ketupat, Lepet, dan Serabi atau Apen. Adapula yang ditambah pisang atau kuliner khas lainnya yang ada di tempat itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebiasaan unik menyambut bulan puasa tersebut saat ini masih berlangsung hingga kini. Salah satunya di Desa Banuaju Timur, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Terbukti awal bulan Ramadhan 1445 H, Senin 11 Maret 2024, tradisi itu masih dilakukan oleh warga.
Biasanya, warga di desa tersebut mulai Ter-ater sejak pagi menjelang awal bulan puasa. Sedangkan ke musala atau ke masjid, makanan itu akan diantar sore hari, adapula langsung membawanya ketika akan Salat Tarawih.
Dakim (50) yang merupakan sesepuh di Banuaju Timur menceritakan bahwa kebiasaan saling mengantarkan makanan itu sudah berlangsung lama. Dia mengaku sejak kecil sudah menyaksikan kebiasaan tersebut.
Tujuan dari tradisi tersebut, kata Dakim, berdasarkan cerita pendahulunya, yakni untuk memperat tali silaturahim antar sesama. Sehingga bisa menjalankan ibadah puasa dengan keadaan damai dan penuh kerukunan.
“Ter-ater itu simbol perdamaian, jika sebelumnya ada konflik atau salah paham diharapkan bisa terselesaikan dengan perantara silaturahim dan Ter-ater,” terang Dakim ketika ditemui di kediamannya Senin sore, 11 Maret 2024.
“Sehingga secara fisik dan mental kita benar-benar siap untuk menjalankan ibadah puasa, itu pesan tersirat dari kebiasaan ter-ater,” imbuhnya.
Adapun makna dari tiga jenis kuliner yang diberikan ketika ter-ater itu, lanjut bapak dengan tiga anak ini, Lepet disimbolkan sebagai tongkat, Ketupat dimaknai bekal, sedangkan Serabi atau Apen diartikan sebagai payung.
“Ibarat orang akan bepergian, mereka akan menjalani ibadah puasa dalam kondisi yang benar-benar siap karena sudah membawa tongkat, bekal, dan payung untuk sampai di tempat tujuan,” tutur dia menjelaskan simbol ketiga jenis makanan dalam tradisi ter-ater itu.
Oleh sebab itu, lanjut Dakim, orang-orang terdahulu selalu mengajari anak-anaknya terutama yang perempuan agar bisa membuat ketiga jenis kuliner tersebut.
“Dulu seperti wajib bisa bikin tiga makanan itu terutama perempuan yang sudah baligh,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Takmir Masjid Nurul Jannah Banuaju Timur, Kiai Nihrawi mengungkapkan makanan apapun termasuk Lepet, Ketupat, dan Apen yang diantarkan warga ke masjid nantinya akan disuguhkan kembali kepada warga setelah menunaikan Salat Tarawih.
“Setelah salat Tarawih jemaah akan menyantap makanan yang diantar itu secara bersama-sama, sehingga awal puasa diawali dengan rasa kebersamaan dan penuh kekompakan,” jelas Kiai Awi sapaan akrabnya.
Karena itu, sebagai guru ngaji penerus perjuangan mertuanya almarhum Kiai Abu Sahma, Kiai Awi mengaku selalu berpesan kepada para santrinya selain tekun belajar ngaji juga kuat mempertahankan tradisi positif yang diwariskan para leluhur. Termasuk ter-ater menyambut bulan puasa yang sudah sejak lama dilakukan sesepuh.
“Jika melihat kondisi saat ini terus terang kami cemas nantinya tradisi semacam ini bisa ditinggalkan oleh generasi muda,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Kiai Awi berharap kepada pemerintah atau pengelola pendidikan supaya pengetahuan tentang tradisi lokal itu menjadi target yang harus ditanamkan pada anak didik.
“Tidak hanya tradisi ter-ater, banyak tradisi khas lainnya yang juga terancam keberlangsungannya semoga ada upaya untuk mengantisipasi,” sebut Kiai Awi dengan nada penuh harap.
Gayung bersambut, apa yang menjadi kecemasan Kiai Awi tersebut sebenarnya juga menjadi perhatian Bupati Sumenep Haji Achmad Fauzi Wongsojudo. Khususnya kuliner tradisional khas Sumenep.
Terbukti dalam rangkaian Sumenep Calendar of Event 2024, Bupati Haji Fauzi mencantumkan Festival Kuliner Tempo Doeloe. Event ini telah dilaksanakan di depan Pendopo Keraton Sumenep, Minggu 4 Februari 2024.
Festival Kuliner Tempo Doeloe yang diinisiasi Bupati Haji Fauzi itu melibatkan seluruh desa dari 27 kecamatan. Semua peserta wajib menyajikan kuliner khas yang ada di desanya.
Waktu itu, Bupati Haji Fauzi mengungkapkan beberapa target festival tersebut digelar. Selain sebagai sarana edukasi bagi generasi muda agar paham akan warisan leluhurnya, juga untuk memacu perekonomian warga melalui kuliner lokal.
“Tentu dengan mempertahankan kuliner tempo dulu akan berdampak terhadap perekonomian, karena saya yakin banyak orang yang ingin mencicipi dan bernostalgia,” kata Bupati Haji Fauzi kala itu.
“Semoga dengan menampilkan kuliner tempo dulu, kita semua pandai bersyukur dengan serba kecukupan seperti sekarang,” pungkas suami Hj Nia Kurnia.
Penulis : Rusydiyono
Editor : Ahmad Farisi