SUMENEP, NOLESA.com – Langkah-langkah kuda berpadu dengan derap semangat tradisi dari depan Labang Mesem Keraton hingga Lapangan Giling, Sumenep, Senin kemarin, 5 Mei 2025.
Dalam balutan budaya khas Madura, Festival Jaran Serek yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep bukan sekadar parade kuda berhias. Ia adalah perayaan identitas, sebuah bentuk pelestarian nilai leluhur yang kian kuat menancap di hati masyarakat ujung timur Pulau Madura.
Ratusan warga berjejer di sepanjang rute acara, menyambut rombongan penunggang kuda yang melintas dengan iringan musik saronen yang membahana. Hiasan-hiasan mencolok pada kuda, berupa ornamen kain batik, manik-manik berkilau, serta hiasan kepala kuda khas Madura, menambah kekhidmatan prosesi budaya yang semakin dinanti setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di barisan depan, tampak Bupati Sumenep, Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo, dengan tenang menunggang seekor kuda hitam berhias. Di belakang itu, ada Sekretaris DPRD Sumenep, Yanuar Yudha Bactiar, turut mengiringi. Bisa dikata, keduanya menjadi simbol pemimpin yang dekat dengan budaya, menyatu dengan masyarakat, dan menjadi bagian dari warisan yang ingin mereka jaga.
Bagi Yudha, sapaan akrab sang birokrat muda itu, prosesi itu bukan sekadar rutinitas atau agenda seremoni. Ada makna lebih dalam yang dia rasakan saat berada di atas pelana kuda dalam festival tahunan itu.
“Ada rasa yang berbeda saat berkuda di tengah masyarakat, apalagi dalam suasana kultural seperti ini. Bukan hanya soal mengendarai hewan kuat dan penuh simbol itu, tapi tentang menyatu dengan akar budaya kita sendiri,” ucap Yudha sembari tersenyum.
Yudha menuturkan, sensasi menunggang kuda di tengah gemuruh sorak masyarakat memberi ruang untuk merenungi sejarah dan warisan nilai-nilai luhur Madura.
“Kita bisa merasakan ketegangan, rasa hormat, sekaligus kebanggaan. Berkuda membuat saya lebih menyadari nilai-nilai kepemimpinan yang diwariskan para leluhur,” ujar dia.
Apalagi, kata Yudha, Bupati Achmad Fauzi dengan tegas menyampaikan bahwa Jaran Serek merupakan simbol kekuatan budaya lokal yang tidak boleh hilang.
“Tradisi seperti ini harus terus dijaga. Ini bukan hanya hiburan, tapi pelajaran tentang jati diri kita sebagai orang Madura,” kata Yudha.
Lanjut Yudha, pelestarian budaya adalah bagian dari pembangunan yang utuh. Tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun karakter, jiwa, dan kebanggaan daerah.
Karena itu, Yudha mengaku sangat mengapresiasi kepemimpinan Bupati Fauzi yang tidak hanya mengedepankan pembangunan fisik, namun juga spiritual dan kultural masyarakat.
“Bapak Bupati Fauzi memberikan contoh langsung, hadir di tengah-tengah masyarakat, tidak hanya untuk memimpin dari belakang meja, tapi turun langsung melestarikan budaya,” katanya.
Festival Jaran Serek tahun ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai kecamatan. Setiap peserta menampilkan kuda terbaik mereka, dihias semenarik mungkin. Masyarakat pun antusias, mulai dari anak-anak hingga orang tua berdesakan di pinggir jalan demi menyaksikan keindahan parade budaya tersebut.
Tak hanya menampilkan keindahan visual, Jaran Serek juga membawa pesan kuat tentang pentingnya menjaga identitas di tengah arus modernisasi. Ia menjadi ruang yang mempertemukan generasi muda dengan akar sejarah mereka.
“Ini bukan sekadar tontonan, tapi juga cara kita mengedukasi masyarakat, terutama generasi muda, bahwa budaya bukan sesuatu yang kuno. Justru ia adalah fondasi untuk kita melangkah ke depan,” terang dia.
Dari atas punggung kuda, para pemimpin tak hanya menunggangi tradisi. Mereka membawa pesan, membawa harapan, bahwa budaya akan terus hidup jika dijaga dan diwariskan. Dan dalam setiap langkah kuda yang berderap gagah, ada rasa yang tak tergantikan: rasa bangga, rasa hormat, dan rasa cinta pada tanah kelahiran.
“Itulah yang saya maksud ada rasa saat berkuda,” tutup Yudha diakhir bincang-bincang santai di ruang kerjanya.
Penulis : Rusydiyono
Editor : Ahmad Farisi