Sumenep, NOLESA.com – Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diterpa isu tak sedap. Terbaru, soal bimtek kepala desa.
Dalam hal ini, DPMD Sumenep disinyalir menjadi ‘biang kerok’ dari program Benchmarking to Best Practice atau bimbingan teknis (bimtek) yang dilaksanakan di Kota Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan Surat Edaran (SE) dari DPMD Sumenep dengan Nomor 400.2.2/379/112.2/2024 tanggal 14 Juli 2024, seluruh kepala desa (kades) diminta untuk ikut serta dalam studi banding itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas serta wawasan kades dan pengembangan potensi desa.
Namun nyatanya, banyak pihak yang menyoroti program tersebut hingga menuai kontroversi. Parahnya, sejumlah kades ada yang ragu dan tak setuju progam ini terlaksana.
Tentu, ini tidak dibentuk seperti halnya bertamasya gratis. Akan tetapi, setiap kades harus merogoh biaya Rp7,5 juta per kepala.
Uniknya, sebagai biaya bimtek atau selama ‘pelesiran’ di Kota Bandung, ternyata tidak mengambil dari kantong pribadi para kades.
Melainkan, dana tersebut harus disedot menggunakan anggaran Dana Desa (DD), alih-alih sebagai program peningkatan kapasitas kades.
Dari sinilah kemudian muncul pro dan kontra sejumlah kalangan. Salah satunya dari Ketua Bidang Investigasi Hukum dan HAM PWRI Sumenep, Rudi Hartono.
Rudi mencoba menyederhanakan, bagaimana dana sebesar itu seharusnya dimanfaatkan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
“Masih banyak jalan di desa yang berlobang dan warga yang memerlukan bantuan makanan. Dana sebesar itu bisa membantu memperbaiki kondisi yang sangat mendesak di desanya mesing-masing,” kata Rudi pada media, Sabtu kemarin 27 Juli 2024.
Rudi juga menyayangkan, apabila anggaran studi banding ke Kota Kembang tersebut tidak transparan.
Pihaknya menuding, anggaran miliaran itu hanya dijadikan ajang ‘foya-foya’ Kepala DPMD Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, dan para Asosiasi Kepada Desa (AKD).
“Kunjungan studi banding seharusnya memberikan hasil yang nyata dan bermanfaat bagi pengembangan desa, bukan hanya sebagai ajang jalan-jalan dinas,” kata Rudi menegaskan.
Kabar sementara yang dihimpun media ini, sumbangan Rp7,5 juta per kades itu bisa diambil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2024, atau dapat dialokasikan mendahului APBDes perubahan.
Dana yang terkumpul dari setiap desa hingga mencapai Rp2,4 miliar itu adalah akumulasi 27 kecamatan dan 332 desa.
Untuk memudahkan administrasi, dana tersebut dikumpulkan oleh AKD kecamatan yang kemudian disetorkan ke DPMD Sumenep.
Tudingan yang dilontarkan Rudi bukan tanpa alasan. Pasalnya, hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum, mengingat pelaksanaan APBDes 2024 sedang berjalan.
DPMD Sumenep Tertuduh Tengah Memanipulasi Kegiatan Demi Kepentingan Pribadi dan Kelompok
Rudi menduga, DPMD Sumenep tengah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Modus operandinya, kata Rudi, dengan cara menarik dana dari setiap desa sebesar Rp7,5 juta.
Rencana studi banding para kades ke Kota Bandung sudah dirapatkan DPMD Sumenep bersama pengurus AKD dan camat pada 9 Juli 2024 lalu.
Surat undangan untuk rapat koordinasi juga sudah disebar ke setiap desa oleh camat, dengan sebagian rapat dilaksanakan pada 11 Juli 2024, kemudian di tanggal berbeda.
Dana Rp7,5 juta dari setiap desa dikumpulkan oleh AKD dan kecamatan. Lalu, dikoordinasikan oleh DPMD Sumenep untuk teknis pelaksanaan kegiatan.
Selama enam hari, tercatat sejak tanggal 24 hingga 29 Juli, 330 kades akan mengikuti bimtek itu.
Kepala DPMD Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, Diduga Menghindari Konfirmasi Wartawan
Sementara itu, Kepala DPMD Sumenep, Anwar Syahroni Yusuf, begitu sulit dihubungi oleh wartawan.
Berulang kali wartawan media ini hendak mengkonfirmasi terkait program tersebut, selalu tidak ada balasan.
Bahkan, upaya konfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp hingga sambungan teleponnya tidak pernah direspon.
Ketua AKD Sumenep, Miskun Legiono Berdalih Tidak Tahu Soal Anggaran
Sama halnya dengan Ketua AKD Sumenep, Miskun Legiono. Dirinya berdalih bahwa pembiayaan program tersebut sudah ada pihak ketiga yang mengurus.
Ia menyatakan, bahwa tidak tahu-menahu berkenaan dengan anggaran program tersebut.
”Pembayaran langsung ke pihak ketiga. Mereka yang mengelola,” kata Miskun saat diwawancara media.
Yang jelas, kata Miskun, kegiatan tersebut sudah disetujui oleh seluruh kades. Sebab, program peningkatan kapasitas kades itu merupakan amanat undang-undang desa.
”Ini amanat undang-undang yang harus dilaksanakan,” ucap Miskun.
Hanya saja, secara tegas Miskun menyampaikan, bahwa memang pihaknya yang berkirim surat ke DPMD Sumenep agar memfasilitasi kegiatannya ke Bandung.
Dia juga menampik, bahwa biaya Rp7,5 juta tersebut bukanlah ditarik sebagai sumbangan, melainkan sebagai dana transportasi.
“Saya kirim surat ke Bupati Cq DPMD. Dan semua pembayaran tidak bayar ke DPMD atau AKD. Tidak benar ada sumbangan Rp7,5 juta. Perlu dibedakan sumbangan dengan transportasi, kalau transportasi itu dipakai sendiri,” kata Miskun.
Sejumlah Kades Mengeluh, Uang Sumbangan Dinilai Berlebihan
Sejumlah kepala desa di Sumenep ternyata masih ada yang keberatan atas sumbangan sejumlah Rp7,5 juta untuk biaya studi banding ke Bandung.
Salah satu kades yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku terpaksa ikut ke bumi berjuluk Kota Kembang.
“Eman biayanya mahal,” katanya, saat dikonfirmasi media.
Narasumber dari kades lainnya juga mengaku demikian. Bahkan, kata dia, sejumlah camat yang ikut ke Bandung biayanya juga dibebankan kepada pihak desa.
“Iya hasil sumbangan memang benar,” ujar kades yang juga meminta identitasnya dirahasiakan tersebut.
Sekedar informasi, para kades berangkat pada Kamis (25/7/2024) sekitar pukul 16.00 dari Stasiun Gubeng, Surabaya, menuju Bandung.
Berdasarkan data yang dikantongi media, ada tiga hotel mewah yang menjadi tempat pelesiran para kades Sumenep di Bandung.
Pertama, Hotel Aryaduta Bandung, kedua Crowne Plaza Hotel Bandung dan ketiga Best Western La Grande Hotel Bandung.
Penulis : Rusydiyono
Editor : Ahmad Farisi