Yogyakarta, NOLESA.COM – Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan dan 10 kepala daerah lainnya mengajukan uji materi terhadap ketentuan Pasal 201 ayat (7), (8), dan (9) Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sepuluh kepala daerah lainnya adalah Gubernur Sumatera, Gubernur Jambi, Bupati Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, Bupati Rokan Hulu dan Walikota Bantang.
Bunyi pasal-pasal yang diuji tersebut antara lain:
Pasal 201 ayat (7) UU No. 10 Tahun 2016:
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.
Pasal 201 ayat (8) UU No. 10 Tahun 2016:
“Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024
Pasal 201 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2016:
Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
Dalam gugatannya, Wali Kota Makassar dan 10 pemohon lainnya meminta MK untuk membagi keserantakan Pilkada Nasional 2024 pada 546 daerah menjadi dua gelombang.
Yakni, November 2024 yang meliputi 246 dearah dan pada Desember 2025 yang meliputi 270 daerah.
Menurut Visi Law sebagai kuasa hukum pemohon, pembagian itu dimaksudkan agar para kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 bisa menyelesaikan jabatannya secara sempurna, yakni lima tahun.
“Desain demikian menjadi solusi atau jalan tengah di antara problem teknis pelaksanaan Pilkada satu gelombang, persoalan keamanan hingga persoalan pemotongan masa jabatan sebanyak 270 daerah otonomi sebagai konsekuensi keberadaan pasal-pasal yang diuji ke MK tersebut,” tulis Visi Law.
Pelaksanaan gelombang pertama pada bulan November 2024 sebanyak 276 daerah, dan selanjutnya gelombang kedua sebanyak 270 daerah dilaksanakan pada bulan Desember 2025.
Jika gugatan Wali Kota Makassar dan 10 kepala daerah lainnya itu dikabulkan MK, hal itu akan berimplikasi pada pelaksanaan Pilkada dan jabatan 270 kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020, termasuk Pilkada Sumenep dan jabatan Bupati Ahmad Fauzi.
Menurut Pasal 201 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.
Secara otomatis, jika Pasal 201 itu dibatalkan oleh MK dan permohonan Wali Kota Makassar dan 10 kepala daerah lainnya dikabulkan, maka Pilakada Sumenep dan 269 daerah lainnya yang harusnya dilaksanakan pada November 2024 harus dilaksanakan pada Desember 2025.
Dan jabatan Ahmad Fauzi sebagai Bupati Sumenep dan 269 kepala daerah lainnya yang harusnya juga berakhir pada November 2024 otomatis akan berakhir sampai Desember 2025.
Penulis : Ahmad Farisi
Editor : Ebet
Sumber Berita : Diolah Dari Berbagai Sumber