Jakarta, nolesa.com – Presidensial threshold tak henti-henti digugat. Setelah sebelumnya digugat oleh dua anggota DPD RI, yakni Fachrul Razi dan Bustami Zainudin dan Bustomi Zainudin, mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo diketahui juga menggugat ambang batas pencapresan yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam gugatannya, Gatot Nurmantyo meminta agar MK menjadikan ambang batas (threshold) pencalonan presiden yang semula 20 menjadi 0 persen. Dalam petitum gugatan yang diajukan ke MK Gatot menyatakan bahwa Pasal 222 UU/7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (inkonstitusional) dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Menyatakan Pasal 222 Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tulis Gatot dalam petitum permohonannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, menurut pengakuan Gatot, kondisi faktual Pillres 2019 yang tidak memberikan rakyat calon alternatif terbaik juga menjadi bahan perimbangan mengapa pihaknya meminta MK menghapus presidensial threshold itu. Dan menurutnya hal itu adalah bukti bahwa pemberlakuan ambang batas pencapresan sudah tidak relevan lagi.
“Seharusnya sudah menjadi alasan yang kuat bagi Mahkamah untuk memutuskan bahwa presidensial threshold tidak relevan lagi,” pungkasnya.