Guru dan Pembelajaran yang Menyenangkan

Abd. Kadir

Jumat, 29 Juli 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kemarin saya diajak diskusi oleh seorang guru peserta pendidikan profesi guru (PPG). Beliau guru SMP, pengajar mapel IPA. Diskusi ini sebenarnya adalah bagian dari tugas di PPG-nya untuk mengeksplorasi berbagai persoalan seputar motivasi siswa dan peningkatan prestasi pembelajaran, khususnya mata pelajaran IPA.

Di pembuka diskusi, ia menyampaikan bahwa motivasi belajar siswa khususnya untuk mata pelajaran IPA dirasa masih belum maksimal. Masih banyak siswa yang merasa bahwa maple IPA adalah mapel yang menakutkan. Apalagi kalau sudah dihadapkan dengan rumus-rumus yang mengharuskan berhitung. Tampaknya, urusan berhitung ini di mana-mana menjadi persoalan klasik bagi anak.


“Menjadi guru itu harus sabar dan cerdas. Cerdas di sini bahwa guru harus bisa memetakan karakter siswanya”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT


Saya hanya memberikan pemahaman bahwa tugas guru itu memang cukup berat. Menjadi guru itu harus sabar dan cerdas. Cerdas di sini bahwa guru harus bisa memetakan karakter siswanya. Dengan begitu dia akan tahu, akan memberikan ‘obat’ apa dalam pembelajarannya sehingga siswanya diharapkan bisa menerima pembelajaran itu dengan baik.

Baca Juga :  Cuaca Ekstrem

Dengan konsep seperti ini, guru memang selayaknya harus selalu punya inisiatif yang cerdas untuk membangun pembelajaran khususnya di kelas. Bagaimana pola pembelajaran bisa diterima dengan senang hati oleh siswa sehingga pada akhirnya secara substansi, para siswa dapat menyerap materi dna nilai yang dismapaikan oleh guru.

Kembali pada proses pembelajaran IPA yang di dalamnya ada numerasi dan proses berhitung dengan rumus-rumus yang mungkin akan membuat siswa jumud, guru adalah ujung tombak yang dituntut untuk mampu mengantarkannya menjadi sesuatu yang menarik dan diterima dengan nyaman oleh siswa. Nah, di sinilah sebenarnya bagaimana guru tidak boleh stagnan dalam konteks pengetahuan. Bahwa guru harus memiliki wibawa intelektual, itu adalah niscaya.

Membaca bagi guru adalah keharusan. Guru wajib terus meningkatkan kompetensi keilmuannya dengan banyak membaca buku pengetahuan, apakah itu terkait dengan model pembelajaran, atau dengan aktif di forum musyawarah guru mata pelajaran sehingga ada waktu untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, sharing ide dan semacamnya sehingga akan ada peningkatan pengetahuan yang pada akhirnya akan memberika dampak positif kepada siswa.

Baca Juga :  Pilkada 2024 dan Agenda Politik Kesejahteraan

Ketika guru selalu menolak untuk diajak membuka cakrawala berpikir, maka sebenarnya ini adalah kecelakaan besar dalam sejarah yang tidak boleh terjadi. Para guru adalah pejuang pendidikan yang perjuangannya lebih difokuskan melalui keilmuan. Untuk itu, penguatan intelektualitas keilmuan itu menjadi titik kunci perjuangannya.

Selain itu, keteladanan. Keilmuan yang dimiliki akan sangat efektif untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan khususnya para siswanya ketika diikuti dengan keteladanan. Guru adalah sosok yang mendidik. Di sini ada proses pengajaran dan internalisasi nilai. Untuk itu, keilmuan dan keteadanan akan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Sekali lagi, bahwa dalam konteks mengantarkan pembelajaran yang memberikan kesenangan pada siswa (joyfull learning), maka guru harus menjadi inisiator yang bisa memberikan wajah pembelajaran yang berbeda dengan sebelumnya. Tidak bisa murid kita hanya disuguhi dengan ceramah dan ceramah saja sehungga padA akhirnya siswa akan merasa bahwa dia ke sekolah hanya untuk diceramahi saja.


“Sudah saatnya guru selalu melakukan variasi model pembelajaran sehingga suasana pembelajaran di kelas akan selalu terasa baru dan menyenangkan bagi siswa”

Baca Juga :  Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Sudah saatnya guru selalu melakukan variasi model pembelajaran sehingga suasana pembelajaran di kelas akan selalu terasa baru dan menyenangkan bagi siswa. Guru harus bisa memetakan setiap materi yang akan disampaikan, dilakukan penyesuaian dengan model pembelajaran apa dan akan menggunakan media pembeajaran apa. Apakah belajar dengan bermain, atau belajar dengan alam, atau belajar dengan melibatkan siswa sebagai subjeknya, atau dengan variasi lain.

Variasi ini akan bisa dilakukan dengan banyak membaca, berdiskusi dan berinteraksi dengan guru yang lain dalam hal strategi dan model pembelajaran untuk diadaptasi dan dimodifikasi di kelasnya. Bahasa ATM (amati, tiru dan modifikasi) sepertinya cocok untuk terus dikembangkan. Begitu juga dengan aktif di forum musyawarah guru, akan memberikan angin segar keilmuan bagi guru. Pada akhirnya, ini semua akan kembali pada komitmen guru, apakah dia mau berubah atau tidak. Ah, semoga saja mau!

“Pegiat Literasi di Sumenep

Berita Terkait

Puisi-Puisi Moh Hafid Syukri
Puisi-Puisi Lusa Indrawati
Sang Bidak
Gili Iyang: Agama, Budaya, dan Identitas Maritim
Fungsi dan Contoh Penggunaan Imbuhan ”Ber-“
Inilah Istilah Gaul yang Selalu Muncul pada Bulan Ramadan
Menghadapi Ujian Hidup Bersama Al-Qur’an dan Filosofi Teras
Puisi-puisi Fileski Walidha Tanjung

Berita Terkait

Minggu, 9 Maret 2025 - 12:00 WIB

Puisi-Puisi Moh Hafid Syukri

Minggu, 9 Maret 2025 - 10:00 WIB

Puisi-Puisi Lusa Indrawati

Minggu, 9 Maret 2025 - 08:30 WIB

Sang Bidak

Jumat, 7 Maret 2025 - 19:31 WIB

Gili Iyang: Agama, Budaya, dan Identitas Maritim

Rabu, 5 Maret 2025 - 20:53 WIB

Fungsi dan Contoh Penggunaan Imbuhan ”Ber-“

Berita Terbaru

Puskesmas Manding Sumenep maksimalkan program cek kesehatan gratis (Foto: ist/nolesa.com)

Daerah

Puskesmas Manding Maksimalkan Program Cek Kesehatan Gratis

Sabtu, 22 Mar 2025 - 11:07 WIB

Pojok SPP Puskesmas Ganding (Foto: ist/nolesa.com)

Daerah

Pojok SPP, Inovasi Puskesmas Ganding Turunkan Angka PTM

Jumat, 21 Mar 2025 - 10:51 WIB