YOGYAKARTA, NOLESA.COM – Yogyakarta kembali menunjukkan komitmennya dalam memajukan budaya literasi. Dalam momentum peringatan Hari Buku Nasional dan HUT Ikapi ke-75, wacana besar kembali digulirkan: menjadikan Yogyakarta sebagai World Book Capital atau Ibu Kota Buku Dunia.
Inisiatif ini diiringi langkah strategis dari berbagai pihak. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama para pemangku kepentingan dunia literasi seperti IKAPI DIY, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, hingga perguruan tinggi, menyatakan kesiapan untuk mewujudkan mimpi besar ini.
“Jogja punya potensi besar, dan kami percaya, dengan dukungan pemerintah, mimpi ini bisa menjadi nyata,” ujar Ketua Ikapi DIY, Wawan Arif Rahmat dalam acara bertajuk “Jogja Menuju Ibu Kota Buku Dunia”, Sabtu (18/5) bertempat di Pusat Belajar Masyarakat Akademi Bahagia EA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Wawan, sejumlah langkah awal sudah dilakukan, termasuk pelaksanaan festival-festival buku seperti “Jogja Book Fair”. Namun, ia mengingatkan pentingnya sinergi antara komunitas literasi dan pemerintah agar upaya ini tidak bernasib seperti Bandung, yang gagal mewujudkan wacana serupa karena kurangnya dukungan dari pemangku kebijakan.
Paniradya Pati DIY, Aris Eko Nugroho, menyambut baik inisiatif ini dan menyatakan kesiapan Paniradya Kaistimewaan untuk mendukung rencana tersebut.
“Paniradya sebagai perencana siap membantu, asalkan ada rancangan strategis dari OPD terkait. Prosesnya mungkin panjang, seperti pengajuan Sumbu Filosofi ke UNESCO yang butuh 10 tahun, tapi harus dimulai sekarang,” tegas Aris.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Kurniawan, menekankan pentingnya kolaborasi. Menurutnya, transformasi perpustakaan menjadi ruang publik yang inklusif merupakan bagian penting dari upaya ini.
“Kami membuka ruang diskusi di Balai Layanan Pustaka, agar perpustakaan tidak hanya jadi tempat membaca, tapi juga tempat berkumpul, berbagi gagasan, dan tumbuh bersama,” ungkap Kurniawan.
Dukungan juga datang dari kalangan akademisi. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM, Arie Sudjito, menyebut buku sebagai “alat detoksifikasi informasi” di era digital ini. Ia menilai penting melibatkan kampus dan lembaga pendidikan dalam gerakan literasi.
“Kita perlu kebijakan yang mengajak generasi muda untuk mencintai buku. Ini bukan sekadar proyek, tapi gerakan budaya,” ujarnya.
Yogyakarta tidak hanya ingin dikenal sebagai kota budaya dan pelajar, tetapi juga sebagai pusat literasi dunia. Dan seperti yang diyakini oleh para penggerak literasi Jogja—langkah pertama menuju mimpi besar adalah dengan memulainya bersama.
Penulis : Fadilah
Editor : Aidit