SUMENEP, NOLESA.COM – Nama M. Muhri kian mengemuka dalam dinamika politik di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pada periode kedua sebagai anggota DPRD di Kota Keris ini. Ibarat singa dia mulai menampakkan taringnya.
Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kini menduduki posisi strategis sebagai Ketua Komisi III DPRD Sumenep. Di tengah sorotan publik terhadap isu-isu kerakyatan, Muhri tampil sebagai sosok vokal dan aktif dalam mengawal berbagai persoalan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat bawah.
Latar belakang kepemimpinan Muhri di organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan menjadi fondasi kuat dalam kiprahnya di Parlemen saat ini. Ia adalah mantan Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumenep dan juga pernah menakhodai Gerakan Pemuda (GP) Ansor Cabang Sumenep.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedekatan Muhri dengan kalangan muda dan akar rumput membuatnya peka terhadap problem sosial yang berkembang di masyarakat. Terlebih yang menyangkut kepentingan masyarakat Sumenep.
Selama periode 2019–2024, Muhri dipercaya menjadi Ketua Fraksi PKB DPRD Sumenep. Dalam periode tersebut, ia dikenal aktif mendorong agenda-agenda kerakyatan dan pembangunan berkeadilan.
Kini, pada periode kedua sebagai wakil rakyat di Parlemen, Muhri melanjutkan semangat itu dengan lebih intens, terutama melalui peran barunya sebagai Ketua Komisi III yang membidangi pembangunan dan infrastruktur.
Salah satu isu yang konsisten dikawal Muhri adalah terkait maraknya praktik tambang ilegal atau galian C di sejumlah wilayah di Kabupaten Sumenep. Ia menilai aktivitas tambang ilegal tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengabaikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh sebab itu, dalam banyak kesempatan dan hingga sekarang Muhri mendesak pihak berwenang untuk bertindak tegas pada aktivitas yang bisa merusak lingkungan di Sumenep.
“Atas nama kepentingan rakyat, kami berharap aktivitas penambangan yang tidak memiliki izin harus segera ditindak tegas,” kata Muhri beberapa hari lalu.
Tak hanya itu, Muhri juga bersuara lantang terhadap polemik realisasi program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) tahun 2024, yang belakangan ramai diperbincangkan karena dinilai merugikan masyarakat kurang mampu.
“Program pemerintah pusat seperti BSPS semestinya menjadi jalan keluar bagi masyarakat miskin agar bisa memiliki hunian layak. Tapi jika pelaksanaannya amburadul, maka justru menambah beban mereka,” ujar Muhri.
Bukti bahwa Muhri sebagai Ketua Komisi III ini serius mengawal program BSPS, akhir bulan April lalu pihaknya telah membuka posko pengaduan BSPS. Posko tersebut dibuka selama 10 hari.
Setelah membuka posko pengaduan, Komisi III memanggil kepala desa. Hal itu sebagai upaya mengungkap dugaan penyelewengan dalam realisasi program BSPS.
Hasil dari semua upayanya tersebut, secara tegas Muhri menyampaikan bahwa pihaknya akan membuat surat rekomendasi. Nantinya, surat rekomendasi itu akan diserahkan ke DPR RI, dan pihak terkait lainnya.
Selain dua isu tersebut, legislator yang lahir dari keluarga petani yang setiap hari terbiasa bersinggungan dengan jeritan masyarakat, Muhri bersama rekan-rekannya di Komisi III juga getol menyikapi masalah pengelolaan sampah dan kualitas infrastruktur.
Komitmen Muhri untuk terus berada di barisan masyarakat kecil menjadikannya sebagai sosok legislator yang tidak hanya aktif di panggung formal, tapi juga hadir di tengah masyarakat. Ia percaya, politik harus menjadi alat perjuangan untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Dengan rekam jejak yang kuat, kepedulian terhadap isu kerakyatan, dan keberanian bersuara, M. Muhri menunjukkan bahwa politik lokal bisa menjadi ruang perjuangan yang bermakna. Di periode keduanya ini, ia bukan sekadar bertahan, tetapi semakin mengemuka sebagai pengawal kepentingan rakyat.(*)
Penulis : Rusydiyono
Editor : Ahmad Farisi